Kapolri Sebut Rusuh Wamena Akibat Salah Paham Kata 'Keras' Jadi 'Kera'
Tito Karnavian mengatakan, tanggal 23 September 2019 pagi ada isu seorang guru mengimbau kepada muridnya agar jangan berbicara keras
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan, kerusuhan di Wamena, Papua pada 23 September 2019 kemarin terjadi akibat kesalahpahaman.
Tito menyampaikan hal itu dalam konferensi pers di kantor Menkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
“Tanggal 23 September 2019 pagi ada isu seorang guru mengimbau kepada muridnya agar jangan berbicara keras, tapi ada yang mendengarnya sebagai kera. Hal itu sedang kami dalami,” ungkap Tito.
Tito yang pernah menjabat sebagai Kapolda Papua mengatakan bahwa kesalahpahaman itu bisa terjadi karena aksen bahasa yang memang lazim digunakan oleh masyarakat Papua.
Baca: Video Viral 'Penampakan Naga di Kalimantan' Ini Buat Heboh, Kejadian Tahun 2010 Tak Kalah Heboh
“Kalau logat Papua kan khas, dalam konteks tersebut huruf s-nya terdengar lemah, ini sedang kami dalami,” tegasnya.
Tito Karnavian menyebut ada oknum KNPB (Komisi Nasional Papua Barat) beserta jaringan bawah tanahnya menyusup di balik kerusuhan di Wamena.
Ia mengatakan ada oknum KNPB berseragam pelajar diduga memprovokasi para pelajar lainnya dengan menyebar isu adanya dugaan rasisme yang dilakukan seorang guru kepada muridnya di salah satu sekolah di Wamena tersebut.
Baca: Rumah Mewah Nia Ramadhani Halamannya Seluas Lapangan Bola, Ada Perosotan di Kamar Anak
“Tanggal 23 September pagi ada yang sebarkan isu dugaan rasisme seorang guru terhadap siswanya di Wamena, dalam pengembangannya diduga ada anggota KNPB dan organisasi bawah tanahnya menggunakan seragam pelajar dan sebarkan isu tersebut, ini yang sedang kita cari. Kelompok KNPB dan ‘underbouw’-nya tadi memprovokasi pelajar,” ungkap Tito.
Baca: Penuturan Meisya Siregar, Pernah Pegang Tangan Mantan Suami yang Sakit di Depan Bebi Romeo
Dia juga mengatakan sel-sel KNPB tersebut sudah didesain untuk membuat kerusuhan disertai kekerasan untuk menarik simpati dunia internasional.
Tito menjelaskan aparat keamanan dipancing untuk melakukan kekerasan dan jika itu terjadi maka pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat keamanan kepada warga Papua dijadikan isu memperkuat upaya referendum Papua merdeka pada sidang PBB.
Baca: Warganet Tertawa, Iwan Fals Mencuit Minta Link di Viral Video Panas PNS Jabar
Karena, di bulan September 2019 ini juga sedang digelar dua agenda PBB yakni Sidang Komisi Tinggi HAM PBB di Genewa, Swiss mulai 9 September dan Sidang Majelis Umum Tahunan PBB di New York, Amerika Serikat.
“Sel-sel KNPB memang didesain melakukan kerusuhan sekaligus kekerasan di Jayapura dan Wamena untuk tarik media nasional dan media internasional yang kemudian membungkus itu sebagai ‘branding’ kekerasan HAM. Yang kemudian digunakan sebagai upaya diplomasi di acara PBB,” terangnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.