Propaganda Informasi di Medsos Sebabkan Aksi Unjuk Rasa Berujung Ricuh di DPR
Dia menyarankan kepada pemerintah jangan hanya mencap sebuah konten sebagai hoaks tanpa bisa menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Himpunan Pemerhati Hukum Siber Indonesia (HPHSI), Galang Prayogo, menilai besarnya jumlah massa melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR/DPD RI tidak lepas dari peran media sosial.
Menurut dia, aksi massa yang berakhir ricuh menjadi bukti efektifnya propaganda di media sosial.
"Diawali aksi yang dilakukan mahasiswa, kemudian menjalar ke adik-adik yang belajar di STM dan SMK hanya berlandaskan solidaritas. Begitu hebatnya media sosial saat ini," kata Galang, saat dihubungi, Rabu (25/9/2019).
Dia menjelaskan, setiap warga negara mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat. Namun, kata dia, apabila bentuk anarkisme dicontoh ini sudah berada dalam tahap mengkhawatirkan.
Dia menilai bebasnya informasi di media sosial tanpa kebijaksanaan netizen dalam mengolah informasi berpotensi menyebabkan chaos atau kerusuhan yang lebih besar.
Baca: Ngadu ke Kak Seto, Pelajar Bilang Demo karena Solidaritas dan Ikut-ikutan
"Hal ini, jika tidak segera diredam, akan menjadi bola api yang sulit dipadamkan," kata dia.
Untuk itu, dia menegaskan, pemerintah berkewajiban meredam arus informasi keliru yang tersebar di media sosial. Tidak harus sampai membuat internet down, tetapi cukup aktif melakukan klarifikasi dari hal-hal yang dipersoalkan.
Dia menyarankan kepada pemerintah jangan hanya mencap sebuah konten sebagai hoaks tanpa bisa menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Sebab, kata dia, ini yang menjadi persoalan.
"Pemerintah cenderung mengambil jalan pintas saja. Isu Rasisme, internet down. Aksi damai dengan jumlah massa luar biasa, internet dibuat lemot, cara tersebut justru membuat masyarakat yang curiga menjadi semakin menjadi-jadi," tegasnya.
Dia berharap, pemerintah dan DPR bisa aktif menyosialisasikan RKUHP dan bisa menjelaskan poin-poin yang menjadi kontroversi.
"Enggak bisa pemerintah lelah. Masyakat membutuhkan transparansi, dan itu bukan hal yang sulit dilakukan pada era teknologi saat ini," tambahnya.