Peneliti: Dibanding Uji Materi di MK, Perppu KPK Adalah Solusi
Karena dia menilai MK terlalu prematur untuk menyidangkan gugatan yang obyek UU yang diujikan belum jelas karena belum memiliki nomor dan tahun penges
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar tetap mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menggantikan UU KPK yang telah disahkan DPR.
Hal itu disampaikannya menanggapi mulainya uji materi UU KPK di MK, Senin (30/9/2019). secara formil dan materiil atas revisi UU KPK diajukan oleh 18 orang mahasiswa dari sejumlah universitas. Gugatan tersebut diterima MK pada Rabu (18/9/2019).
"Perppu KPK adalah solusi," ujar Erwin Natosmal yang juga pegiat antikorupsi ini kepada Tribunnews.com, Senin (30/9/2019).
Karena dia menilai MK terlalu prematur untuk menyidangkan gugatan yang obyek UU yang diujikan belum jelas karena belum memiliki nomor dan tahun pengesahan.
"MK terlalu prematur untuk membahas sidang ini. Harusnya MK menunggu objeknya yakni nomor UU yang telah disahkan jelas dulu," jelasnya.
Baca: Jokowi Persilahkan Mahasiswa Demo Tapi Jangan Rusuh
Ia melihat,proses hukum di MK masih jauh dari kata selesai. Setidaknya perlu waktu satu tahun dari proses awal sampai selesai, bahkan lebih.
Padahal, UU KPK hasil revisi langsung berlaku sejak disahkan.
"Oleh karena itu, harus ada jalan untuk mengatasi kebuntuan konstitusional itu. Lahirnya Perppu KPK menjadi solusinya," jelasnya.
MK Sidangkan Uji Materi UU KPK Hasil Revisi
MK mulai melakukan sidang uji materi atas gugatan terhadap Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (30/9/2019).
Dalam sidang perdana tersebut, MK meminta para mahasiswa yang mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memperbaiki gugatannya.
MK memberi waktu kepada para pemohon uji materi terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK hingga Senin 14 Oktober 2019.
Perbaikan tersebut diminta setelah MK memberikan catatan dalam sidang perdana yang digelar pada Senin (30/9/2019). Catatan itu antara lain soal obyek pengujian materi yang dinilai belum jelas.
Sebab, UU yang diujikan belum bernomor, pasal-pasal yang diujikan, surat kuasa, hingga jumlah pemohon yang mengajukan gugatan.