Gerindra: Tak Ada Cerita Presiden Dimakzulkan karena Keluarkan Perppu
"Enggak ada celahnya, enggak ada ceritanya Presiden dimakzulkan karena menggunakan hak konstitusinya," katanya
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Pertama, KPK tetap dapat bekerja seperti biasanya dengan menggunakan UU KPK yang ada seperti saat ini, yang artinya aspirasi sebagian besar publik kepada Presiden Jokowi terpenuhi.
Dengan aspirasi publik terpenuhi, situasi nasional akan kembali kondusif.
"Kedua, relasi Presiden dan DPR dalam proses legislasi tetap terjaga karena Presiden bukan membatalkan melainkan hanya menangguhkan dan kemudian mengajak DPR sesuai dengan prosedur pembentukan UU yang semestinya untuk duduk kembali membahas perubahan atas UU KPK yang telah diubah ini," katanya.
Dengan masa penangguhan ini, Bayu meyakini pembahasan perubahan UU KPK dapat dilakukan secara komprehensif, seksama, cermat, hati-hati dan partisipatif dengan melibatkan banyak pihak.
Baca: Waspadai Terorisme Jelang Pelantikan Jokowi-Maruf
"Pembahasan secara partisipatif ini akan menghasilkan kesepakatan nasional mengenai pasal mana dalam UU KPK yang tetap perlu dipertahankan dan mana-mana yang perlu dilakukan perubahan," ungkap Bayu.
Ketiga, kewibawaan presiden dalam proses legislasi bisa terjaga mengingat presiden bukan berubah sikap secara mendadak atas apa yang telah diputuskannya bersama DPR melainkan hanya menangguhkan dan kemudian menggantinya dengan proses legislasi secara normal.
"Relasi presiden dengan Parpol di DPR juga dapat tetap terjaga karena presiden tidak mengambil keputusan sepihak atas permasalahan revisi UU KPK ini," ungkapnya. (Dylan Aprialdo Rachman)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Pakar: Presiden Bisa Terbitkan Perppu Penangguhan UU KPK Hasil Revisi
Pendapat lain soal urgensi Perppu terhadap UU KPK hasil revisi
Kamis (3/10/2019) Kemarin, Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) menggelar diskusi bertajuk 'Menimbang Urgensi Perppu UU KPK'.
Para pembicara pun memberikan pandangannya tentang urgensi penerbitan Perppu KPK.
pendiri Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Universitas Indonesia, Junaedi menyarankan Presiden dalam menerbitkan perppu lebih baik menentukan dulu status RUU yang sudah ditetapkan dalam sidang paripurna tanggal 17 September 2019.
"Apakah RUU yang sudah disahkan dalam sidang paripurna itu akan ditandatangani dan diundangkan dalam waktu dell’atleta atau akan dibiarkan berlaku otomatis?" katanya.
Kedua, Junaedi menilai hal tersebut mesti ditegaskan sebelum langkah Perppu
diambil.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.