Jokowi Serba Salah Hadapi Revisi Undang-undang KPK, Puaskan Parpol atau Mahasiswa?
Jika Presiden menerbitkan Perppu untuk mencabut UU KPK hasil revisi, maka hal itu akan mengecewakan partai politik, terutama pendukungnya di parlemen
Editor: Dewi Agustina
![Jokowi Serba Salah Hadapi Revisi Undang-undang KPK, Puaskan Parpol atau Mahasiswa?](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/unjuk-rasa-berujung-ricuh-di-gedung-dpr-jakarta_20190930_213332.jpg)
"Tapi sejumlah produk UU yang tertunda tetap akan ditunda," katanya.
![Massa pengunjuk rasa berkumpul di Jalan Pejompongan Raya saat kericuhan terjadi di Jakarta Pusat, Senin (30/9/2019) malam. Unjuk rasa gabungan pelajar dan mahasiswa yang menolak UU KPK hasil revisi dan pengesahan RUU KUHP tersebut berakhir ricuh. Tribunnews/Jeprima](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/bentrokan-aparat-dengan-mahasiswa-dan-pelajar-berlangsung-hingga-malam-hari_20191001_020320.jpg)
JK Tolak Perpu
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan kurang setuju jika Jokowi menerbitkan Perppu sebagai langkah mengatasi polemik RUU KPK yang sudah telanjur disahkan DPR.
Menurutnya ada jalan lain yang masih bisa ditempuh oleh Presiden, salah satunya melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ya kan ada jalan yang konstitusional yaitu judicial review di MK (Mahkamah Konstitusi). Itu jalan yang terbaik karena itu lebih tepat. Kalau Perppu itu masih banyak pro-kontranya,” kata JK.
Alasan lain yang dikemukakan JK, mengeluarkan Perppu sama halnya dengan menjatuhkan kewibawaan Pemerintah yang sebelumnya baru saja menyetujui DPR melakukan revisi.
Baca: Penyebab Kematian Bu Tien Soeharto Sebenarnya Dibongkar Jenderal Polisi, Rumor Tertembak Terpatahkan
"Karena baru saja Presiden teken berlaku, langsung Presiden sendiri tarik. Kan tidak bagus. Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah kalau baru teken berlaku kemudian kita tarik. Logikanya di mana?" ujar JK.
Mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga tidak mendukung jika Presiden menerbitkan Perppu.
Ia beranggapan keputusan untuk merevisi UU KPK adalah hal yang sudah tepat sehingga tidak perlu ditinjau kembali apalagi dengan mengeluarkan Perppu.
"Sebaiknya jangan. Ini kan kita maksudkan untuk perbaikan governance-nya KPK," kata Yasonna yang kini menjadi anggota DPR, Rabu (2/10/2019).
Politisi partai PDI-Perjuangan ini menyarankan jika masih ingin membahas UU KPK sebaiknya melalui jalur konstitusional dan berhenti mendesak Presiden menerbitkan Perppu.
![Massa pengunjuk rasa berkumpul di Jalan Pejompongan Raya saat kericuhan terjadi di Jakarta Pusat, Senin (30/9/2019) malam. Unjuk rasa gabungan pelajar dan mahasiswa yang menolak UU KPK hasil revisi dan pengesahan RUU KUHP tersebut berakhir ricuh. Tribunnews/Jeprima](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/bentrokan-aparat-dengan-mahasiswa-dan-pelajar-berlangsung-hingga-malam-hari_20191001_020236.jpg)
"Jangan membudayakan menekan-nekan. Sudahlah. Kita atur secara konstitusional saja," ujar Yasonna.
Ketidaksetujuannya terhadap pembentukan Perppu juga disampaikan Sekjen PPP Arsul Sani.
Ketidaksetujuan itu sudah disampaikan pada presiden oleh para ketua umum parpol dalam satu pertemuan di Istana.
Koalisi menyebut penerbitan Perppu menjadi langkah akhir yang paling final dan bisa diambil jika memang dibutuhkan.
"Kami tidak beri masukan secara spesifik. Hanya tentu partai politik menyampaikan bahwa opsi Perppu harus menjadi opsi paling terakhir karena ada opsi lainnya yang mesti dieksplor juga," ujar Arsul. (Tribun Network/sen/Kompas.com)