BPPT dan BMKG Manfaatkan Teknologi Kecerdasan Buatan untuk Modifikasi Cuaca
Teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan kini juga mulai digunakan untuk memitigasi bencana
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan kini juga mulai digunakan untuk memitigasi bencana, khususnya pada tindakan pencegahan dan penanggulangan bencana kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tanah air.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggandeng Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memanfaatkan AI ini demi memutakhirkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan menjadi 'SMART TMC'.
Perlu diketahui, TMC merupakan teknologi yang dikembangkan oleh BPPT dan dioperasikan melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC)-BPPT.
Penggunaan AI, kini memang tengah dibidik pemerintah dalam upaya upgrade teknologi.
Pemutakhiran teknologi ini merupakan langkah antisipasi dalam menghadapi Perubahan cuaca ekstrem (El Nino) yang terus menjadi perhatian banyak negara, karena mampu menyebabkan menurunnya intensitas curah hujan dan memunculkan kekeringan.
Baca: Barbie Kumalasari Ngelantur Terbang ke AS Hanya 8 Jam, Mantan Suami Mengaku Malu. . .
Di Indonesia, El Nino bisa menimbulkan kekeringan dan mengurangi kelembaban suhu udara.
Tentu saja, hal ini akan berdampak pada terjadinya karhutla yang kerap melanda banyak daerah di Indonesia.
Baca: Enggan Salami Surya Paloh di Gedung DPR, Mega Makin Akrab dengan SBY di HUT TNI
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah menginstruksikan untuk mendorong langkah mitigasi bencana karhutla.
Pemanfaatan teknologi dan inovasi pun menjadi salah satu faktor yang difokuskan pemerintah.
Baca: BPPT Minta Pesawat Tambahan untuk Optimalkan Operasi Hujan Buatan
Oleh karena itu, BPPT melalui BBTMC melakukan perjanjian kerja sana dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG terkait 'Pemanfaatan Big Data Cuaca dan Model Prediksi Cuaca untuk Peningkatan Efektivitas Teknologi Modifikasi Cuaca Berbasis Artificial Intelligence'.
Dalam acara yang digelar di Gedung BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2019) itu, Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan pihaknya menyambut baik penguatan kerja sama dengan BMKG.
Sebagai lembaga yang berfokus pada bidang kaji-terap teknologi, BPPT akan melakukan pengembangan SMART TMC bersama BMKG menggunakan inovasi terbaru yakni AI dalam memutakhirkan SMART TMC.
"Ya kita akan bekerja sama dengan BMKG, kita akan melaksanakan riset dan pengkajian serta penerapan untuk SMART TMC yang berbasis Artificial Intelligence," ujar Hammam, pada kesempatan tersebut.
Menurutnya, penggunaan AI mampu mengoptimalkan upaya mitigasi bencana seperti yang diharapkan Presiden Jokowi dalam instruksinya beberapa waktu lalu saat memimpin Rapat Terbatas (Ratas) kabinet terkait karhutla di Riau.
"Tentu saja, ini merupakan solusi langsung terksit instruksi Presiden untuk melakukan pencegahan, mengutamakan pencegahan daripada kebakaran," kata Hammam.
Untuk mengembangkan TMC menjadi SMART TMC, inovasi seperti AI dan Big Data merupakan hal yang sangat krusial dalam melakukan upgrade teknologi untuk mitigasi bencana.
"Jadi ini terobosannya di situ (penggunaan AI dan Big Data), pencegahan berbasis kecerdasan buatan. AI dan Big Data yang disebut dengan impact based forecasting," kata Hammam.
Ia kemudian menjelaskan tugas yang akan dilakukan BMKG dalam pengembangan SMART TMC ini, yakni memberikan informasi mengenai ramalah cuaca.
Ramalan cuaca itu akan menampilkan titik api atau hotspot pada suatu daerah dan seperti apa dampak yang bisa ditimbulkan.
"Jadi BMKG melakukan peramalan cuaca yang sifatnya bisa menganalisa impact hotspot, impact terhadap kebakaran hutan dan lahan, impact terhadap kekeringan, impact terhadap gagal panen," papar Hammam.
Nantinya, rincian data tersebut pun disinkronisasikan dengan Big Data cuaca yang selama ini digunakan BMKG untuk pelayanan terkait informasi cuaca.
Melalui Big Data cuaca, informasi tentang prediksi kapan, di mana dan seperti apa intensitas hotspot pada tiap daerah akan ditampilkan secara lengkap.
Setelah kelengkapan data itu dikumpulkan, maka mesin akan mempelajari dan menunjukkan level potensi karhutla yang muncul pada tiap daerah.
Prediksi itulah yang akan memperkuat upaya mitigasi bencana melalui pelaksanaan SMART TMC pada titik rawan kekeringan dan karhutla.
"Nah, itu dimitigasi oleh Teknologi Modifikasi Cuaca, supaya kita bisa mencegah gagal panen, mencegah kebakaran hutan dan lahan, serta mencegah bencana-bencana lainnya yang berbasis hidrometeorologi," tegas Hammam.
Mantan Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam (TPSA) BPPT itu pun kemudian menyebut keberhasilan dalam pengoperasian TMC merupakan wujud dari penguasaan dan optimalisasi dalam memanfaatkan teknologi.
Jika teknologi berhasil dikuasai, maka pemanfaatannya pun bisa didorong dalam sektor apapun, termasuk untuk mendukung program pemerintah.
"TMC itu bisa langsung dirasakan manfaatnya, oleh karenanya tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kalau bisa menguasai teknologi dan mendayagunakan teknologi, maka tentu saja pasti akan bermanfaat untuk bangsa dan negara kita," tutur Hammam.
Memanfaatkan AI, kata Hammam, merupakan salah satu cara untuk mewujudkan kemandirian dan ketangguhan Indonesia dalam menghadapi segala situasi bencana.
"Pendayagunaan teknologi mampu membangun kemandirian, membangun dan mewujudkan daya saing. Tentu saja ini merupakan bukti bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi lah yang harus didorong," pungkas Hammam.
SMART TMC berbasis AI ini akan menghasilkan 'Decision Support System' yang nantinya membuat operasi TMC ini lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Perlu diketahui, sebelumnya BBTMC-BPPT bekerjasama dengan BMKG, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta didukung penyediaan pesawat oleh TNI Angkatan Udara (AU) telah mengoptimalkan operasi TMC ini.
Operasi ini dioptimalkan melalui penyemaian garam atau Natrium Klorida (NaCl) pada potensi awan hujan sebagai objek.
Pada sejumlah kasus yang terjadi di Sumatra dan Kalimantan, upaya ekstra pun dilakukan terhadap daerah yang terdampak karhutla namun memiliki kabut asap yang pekat.
Upaya ekstra itu dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan penyemaian kapur tohor aktif atau Kalsium Oksida (CaO) untuk mengurai partikel dan gas pada kabut asap yang menutupi potensi awan hujan.
Awan hujan merupakan objek yang disemai garam untuk menghasilkan hujan buatan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.