Anggota DPR RI Dari PDIP, Gus Nabil Wujudkan Silaturrahmi Nasionalis Dan Santri ke Pesantren
Gus Nabil Haroen, Ketua Umum PP Pagar Nusa NU, yang juga anggota DPR RI dari PDIP, mengungkapkan pentingnya silaturahmi antara PDIP dan Nahdliyyin
Editor: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menyelenggarakan safari ke pesantren untuk silaturahmi kebangsaan.
Jajaran pengurus dan kader PDI-P berkunjung ke Pondok Pesantren al-Tsaqafah, asuhan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, di Jakarta Selatan, pada Selasa malam (08/10/2019).
Dalam kunjungan ini, hadir Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, Gus Nabil Haroen (Anggota DPR RI Fraksi PDI-P), serta sejumlah pengurus partai dan kader.
Kiai Said Aqil Siroj menyambut baik kunjungan pengurus PDI-P ke pesantren al-Tsaqafah. Beliau menyebut sebagai momentum silaturahmi kebangsaan. Kiai Said juga mengisahkan bagaimana pentingnya persatuan antara kelompok nasionalis dan santri.
"Karena persatuan antara kaum nasionalis dan santri itulah terwujud proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945," jelas Kiai Said.
"Kemudian, KH Chasbullah Wahab, orang kedua terpenting di NU, menjadi penasihat pribadi Bung Karno. Segala hal yang menyangkut agama, sosial, dan kebudayaan masyarakat, Bung Karno selalu meminta masukan kepada Kiai Wahab Chasbullah," terang Ketua Umum PBNU ini.
Kiai Said juga berkisah bagaimana hubungan Bung Karno dengan kiai-kiai NU. "Ada lagi sumbangsih penting Kiai Wahab, yakni terminologi Halal Bihalal. Itu bahasa Arab, tapi tidak ada konteksnya di budaya orang-orang Arab. Terminologi itu muncul, ketika Kiai Wahab menjawab permintaan Bung Karno yang menginginkan ada silaturahmi antar pemimpin bangsa."
Di sisi lain, ketika penyusunan Dasar Negara, Ketuhanan yang Maha Esa, kiai-kiai NU berjasa besar merekatkan hubungan antar tokoh bangsa, yang berdebat terkait tujuh kata, yang dikenal Piagam Jakarta.
"Hadratus Syaikh Hasyim Asyari, menyuruh Gus Wahid Hasyim, untuk mengirim kabar di tengah situasi negara yang genting. Kata Kiai Hasyim, saya setuju, tujuh kata itu dihilangkan. Yang penting negara kuat dulu, bersatu. Kita bisa membangun negara, berdakwah, membangun pendidikan, rumah sakit, di atas negara yang kuat," kisah Kiai Said.
Di sisi lain, Kiai Said juga berpesan agar jangan ada upaya memecah belah bangsa dengan istilah syariah. "Kalau negara belum kuat bicara syariah, itu contohnya Afghanistan. Pasca runtuhnya Soviet, pada berebut ingin syariah. Jadinya negara berantakan, konflik selama 40 tahun, bahkan sampai sekarang belum selesai," demikian Kiai Said menjelaskan.
"Maka, dari konteks ini, NU menolak NKRI bersyariah. Karena kita tiap hari sudah menjalankan syariah Islam. Keutuhan NKRI harus kita jaga. Jangan cari-cari yang aneh, yang jadikan keutuhan dan persatuan ini jadi terganggu," ungkap tokoh yang kembali masuk 500 tokoh muslim paling berpengaruh tahun 2019 ini.
Kiai Said juga berpesan bagaimana menjaga silaturahmi kebangsaan. "Persahabatan antara NU dan kaum nasionalis sangat penting kita jaga. Jangan sampai seperti di Timur Tengah, antara hubungan agama dan negara belum selesai," pesannya.
Sementara, Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menjelaskan bagaimana kontribusi kaum nahdliyyin bagi keutuhan bangsa Indonesia.
"Kami datang untuk mengucapkan terima kasih atas dukungan keluarga besar Nahdliyyin, di mana Pak Jokowi telah memimpin Indonesia Raya ini dengan baik, beliau juga seorang santri sebagaimana Bung Karno," ungkap Hasto.
Dalam sambutannya, Hasto mengungkapkan bagaimana visi santri dan keislaman Bung Karno dalam diplomasi internasional.
"Kesantrian Bung Karno tidak usah diragukan. Karena ketika Bung Karno datang ke Uni Soviet, tetap shalat lima waktu, serta meminta syarat dicarikan makam Imam al-Bukhari. Di tangan Bung Karno, dakwah Islam rahmatan lil-alamin ke seluruh dunia," jelasnya.
Gus Nabil Haroen, Ketua Umum PP Pagar Nusa NU, yang juga anggota DPR RI dari PDIP, mengungkapkan pentingnya silaturahmi antara PDIP dan Nahdliyyin, antara kekuatan nasionalis dan santri.
"PDI-P ini merupakan partai yang mencerminkan moderasi, ummatan washatan. Karena apa? Karena menjadi jembatan antara kaum nasionalis dan kalangan santri. Visi misinya moderat, memperjuangkan aspirasi rakyat. Maka, saat ini, tidak boleh lagi ada yang menyebut PDI-Perjuangan partai anti-Islam," tandas Gus Nabil.