Empat Rekomendasi KontraS Terkait Tertembaknya Mahasiswa Universitas Halu Oleo
KontraS berharap Komnas HAM, Ombudsman, LPSK, dan Kompolnas tidak tumpul dalam menanggapi kasus tersebut dan kasus lain yang terjadi 23-26 sep 2019.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merekomendasikan empat hal kepada sejumlah lembaga terkait tertembaknya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulwesi Tenggara.
Mereka adalah Muhammad Yusuf Kardawi dan La Randi. Rekomendasi itu menyusul hasil investigasinya KontraS.
Rekomendasi pertama adalah terkait akuntabilitas polisi dalam pengungkapan kasus tersebut.
Menurut KontraS, penanganan kasus tersebut tidak cukup menggunakan mekanisme etik dan prosedur.
"Kapolri harus membawanya ke tingkat pidana karena jatuhnya korban dan penggunaan senjata api yang tidak proporsional. Kalau selama ini telah ada pencopotan Kapolda dan pemeriksaan terhadap enam orang, hal itu tidak cukup. Karena seharusnya ditindaklanjuti lewat pidana," kata Kordinator KontraS Yati Andriyani di kantor KontraS Jakarta Pusat pada Senin (14/10/2019).
Baca: Kejanggalan di Balik Meninggalnya Akbar Alamsyah, Kontras: Itu Semua Harus Diungkap
Kedua, KontraS berharap Komnas HAM, Ombudsman, LPSK, dan Kompolnas tidak tumpul dalam menanggapi kasus tersebut dan kasus lain yang terjadi 23-26 sep 2019.
"Harusnya lembaga ini membentuk tim bersama untuk mendorong akuntabilitas negara dalam kasus ini, memberikan perlindungan bagi saksi dan keluarga korban, termasuk memastikan berjalannya dan terpenuhinya hak-hak keluarga korban atas keadilan, kebenaran dan keterbukaan dalam penyelesaian kasus ini," kata Yati.
Selain itu, KontraS juga meminta Kapolri melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap anggotanya terutama dalam hal penggunaan sejanta api dan tidak mentolerir tindakan-tindakan anggotanya yang menggunakan kekuatan berlebihan dan tidak proporsional.
"Kalau Kapolri menyatakan pada aksi 21-23 Mei dan aksi terakhir tidak boleh menggunakan peluru tajam maka, temuan kami mengindikasikan adanya hal yang tidak sinkron antara Kapolri dan anak buahnya. Harusnya Kapolri sebagai pimpinan tertinggi tertampar oleh perbuatan anggotanya," kata Yati.
Terakhir, KontraS mendesak LPSK memberikan pendampingan secara keseluruhan baik kepada para saksi maupun mahasiswa yang ingin memberi keterangan.
"Itu tugas LPSK. Tidak perlu tunggu korban dulu. Tidak perlu ada hal-hal prosedural yang menghambat," kata Yati.