Laode M Syarif Sebut Tupoksi Dewan Pengawas dan Komisoner KPK Tumpang Tindih
Jika Jokowi tidak cermat hasil revisi berpotensi bakal terus digugat dalam proses praperadilan karena dasar hukumnya tidak jelas.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mempertanyakan kedudukan Dewan Pengawas.
Dalam UU KPK hasil revisi, Dewan Pengawas diberi wewenang untuk memberi izin terhadap sejumlah proses penindakan di KPK.
"Kita tidak alergi dengan misalnya Dewan Pengawas kita enggak apa-apa ada Dewan Pengawas, tapi fungsi Dewan Pengawas bukan sebagai bagian dari yang harus menyetujui menandatangani (proses penindakan). Itu bukan mengawasi," kata Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Menurut Syarif, dalam UU KPK hasil revisi keberadaan Dewan Pengawas sama seperti Komisioner KPK.
Namun yang membuat aneh struktur Dewan Pengawas justru di luar dari KPK sehingga tugas pokok dan fungsi Dewan Pengawas menjadi tumpang tindih dengan komisioner KPK.
Baca: Elite PKS: Langkah Mundur, Jokowi Tak Libatkan KPK Lihat Rekam Jejak Calon Menteri
Baca: Kematian Sulli Trending di Twitter, Eks Girlband F(X) Pernah Akui Punya Penyakit Mental Sejak Kecil
Baca: Jokowi Disarankan Tunjuk Sosok Tepat untuk Menpora
"Karena dia bukan mengawasi, kerjanya adalah melakukan pekerjaan yang sebelumnya dilakukan komisioner sekarang dilakukan oleh dengan pengawas. Dan pada saat yang sama dewan pengawas ini adalah bukan penegak hukum juga, ini lebih kacau lagi," ujarnya.
Presiden Joko Widodo diminta untuk betul-betul melihat isi UU KPK hasil revisi secara cermat.
Jika Jokowi tidak cermat hasil revisi berpotensi bakal terus digugat dalam proses praperadilan karena dasar hukumnya tidak jelas.
"Karena itulah yang mengakibatkan KPK sangat ragu, bagaimana mau menjalankan tugasnya sedangkan dasar hukumnya sendiri banyak sekali kesalahan-kesalahan. Dan kesalahannya itu bukan kesalahan minor. Ini kesalahan-kesalahan fatal," kata Syarif.
Minta Jokowi tunda pelaksanaan UU KPK hasil revisi
Presiden Joko Widodo akan menentukan menerbitkan Perppu KPK atau menandatangani UU KPK hasil revisi pada 17 Oktober 2019.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief berharap Jokowi menunda penandatanganan RUU KPK tersebut.
Menurut Laode, setelah KPK melakukan kajian terkait RUU KPK, terdapat sekira 26 poin yang akan menganggu kinerja KPK ke depannya.
"Kami berharap kepada presiden untuk menunda pelaksanaan dari undang-undang ini karena banyak sekali permasalahan pada lebih 26 kelemahan KPK, dan itu tidak sesuai dengan konferensi pers yang dikatakan oleh presiden bahwa akan memperkuat KPK," ujar Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Baca: Bukukan Catatan Manis di Kejuaraan Dunia Junior 2019, Tim Junior Indonesia Dilarang Lengah
Baca: Valentino Rossi Diprediksi Tak Akan Lagi Jadi Juara Dunia MotoGP, 2 Alasan Ini Jadi Penyebab
Baca: Nikita Mirzani Blokir Nomor WA dan Instagram Uya Kuya, Benarkah Berkaitan dengan Barbie Kumalasari?
Laode M Syarif mengatakan bila RUU KPK diterapkan, lima pimpinan KPK bukan lagi sebagai pimpinan tertinggi di lembaga antirasuah tersebut.
"Ini betul-betul langsung memangkas kewenangan-kewenangan komisioner KPK ke depan," kata dia.
Terkait Dewan Pengawas yang ada dalam draf RUU KPK pun dianggap hanya akan membuat kebingungan dalam kinerja KPK ke depan.
"Kerancuan yang utama karena satu bahwa dewan pengawas juga bukan kerja hukum. Tetapi dia mengotorisasi penggeledahan, penyitaan, bahkan penyadapan itu pasti akan menjadi akan ditentang di praperadilan, bagaimana bukan seorang penegak hukum bisa memberikan otorisasi tentang tindakan-tindakan hukum. Ini akan sangat mempengaruhi kerja KPK ke depan," ujar Laode M Syarif.
Basaria anggap wajar
residen Joko Widodo (Jokowi) belum meneken Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru karena ada kesalahan penulisan atau typo.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan juga mengaku belum membaca keseluruhan UU KPK yang baru.
"Saya kurang tahu. Kalau boleh jujur saya belum baca seluruhnya. Saya pikir adik-adik sudah lihat jawaban mereka bicara juga ada yang typo, ada yang segala macam, saya pikir kita manusiawi saja," ujar Basaria saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (7/10/2019) malam.
Basaria mengatakan, KPK sebagai pelaksana UU berharap yang terbaik.
Namun dia menekankan KPK tetap menjalankan tugas pemberantasan korupsi meskipun nantinya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) itu diterbitkan atau tidak.
Baca: Bupatinya Ditangkap KPK, Warga Lampung Utara Syukuran Potong Kambing di Halaman Pemda
"KPK itu sifatnya kita pelaksana walau penuh harapan. Kan kita tidak mungkin berhenti juga walaupun perppu keluar atau tidak, kita tidak mungkin berhenti, kita harus jalan. Segala kemungkinan kita sudah disiapkan," kata Basaria.
Baca: Naik Motor, Turis Perancis Nyelonong Masuk Tol Malang-Pandaan Setelah Ikuti Panduan Google Map
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno sebelumnya menyebut UU KPK sudah dikirim DPR ke Istana.
UU belum ditandatangani Jokowi karena masih ada kesalahan penulisan atau typo.
Baca: Google Maps Tak Selamanya Bisa Diandalkan, Ini 5 Kisah Konyol Tersesat Jalan karena Panduannya
"Sudah dikirim, tetapi masih ada typo, yang itu kita minta klarifikasi. Jadi mereka sudah proses mengirim katanya, sudah di Baleg," kata Pratikno di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Kata-kata yang disebut typo atau salah ketik ada di bagian penulisan Pasal 29. Pimpinan KPK ditulis harus memenuhi persyaratan paling rendah 50 tahun (tertulis dalam angka).
Namun angka dan keterangan di dalam kurung tidak ditulis sama. Keterangan dalam bentuk tulisan menyebutkan 'empat puluh tahun'.
Sementara itu, Ketua Baleg DPR periode 2014-2019 Supratman Andi Agtas menilai salah ketik dalam undang-undang adalah hal biasa.
Supratman menyebut pembahasan soal salah ketik itu tidak bisa dilakukan secara sepihak.
"Jadi typo itu sesuatu hal yang biasa ya, biasa. Itu kan cuma satu aja typo-nya, menyangkut soal angka dan huruf."
"Cuma, mekanismenya walaupun saya sudah tahu apa yang menjadi isi yang sebenarnya, tapi kan tidak boleh saya mengambil keputusan tindakan sepihak sebagai Ketua Baleg atau Ketua Panja," kata Supratman di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).
"Saya harus kumpulkan semua pengusul dan minimal anggota panja bersama pemerintah untuk membuatkan berita acara soal perbaikan tadi. Tapi sebenarnya tidak ada masalah, karena itu memang yang kami maksudkan 50 tahun (usia minimal pimpinan KPK)," ujar Supratman.
Mensesneg sebut ada typo
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menjelaskan memang Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi sudah dikirim oleh DPR ke Presiden Jokowi.
Tapi, lanjut Pratikno, ada kesalahan penulisan atau typo dalam UU KPK yang baru itu.
Namun, Pratikno tidak menyebut berapa jumlah typo dalam UU KPK tersebut.
"Sudah dikirim, tetapi masih ada typo, yang itu kami minta klarifikasi. Jadi mereka (DPR) sudah proses mengirim (lagi) katanya, sudah di Baleg," tegas Pratikno, Kamis (3/10/2019) di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta.
Baca: Kemlu Pastikan Kawal Insiden Jurnalis WNI yang Tertembak di Hong Kong
Pratikno juga menyebut pihaknya sudah meminta klarifikasi atas typo dalam UU KPK.
Dia tidak ingin nantinya ada perbedaan interpretasi terhadap payung hukum baru bagi KPK.
"Ya typo-typo yang perlu klarifikasi, yang nanti bisa menimbulkan interpretasi," ucapnya.
Untuk diketahui, Presiden Jokowi juga belum meneken UU KPK hasil revisi tersebut. UU itu sebelumnya telah disahkan oleh DPR pada 17 September lalu.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU yang sudah disepakati bersama DPR dan pemerintah dikirim ke presiden untuk disahkan.
Kemudian presiden, dalam waktu paling lama 30 hari dari waktu RUU itu disetujui DPR dan pemerintah, mengesahkan RUU tersebut.
Jika dalam jangka waktu itu tidak kunjung ditandatangani presiden, maka RUU tersebut tetap berlaku.