Kuasa Hukum Kivlan Zen: Dakwaan Tidak Terbukti, Wiranto Malah Diserang Menggunakan Pisau
Penasihat hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta, menilai Jaksa Penuntut Umum tidak secara cermat, jelas, dan lengkap menyusun dakwaan yang menjerat kliennya
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasihat hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta, menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak secara cermat, jelas, dan lengkap menyusun dakwaan yang menjerat kliennya.
Menurut dia, terdapat sejumlah fakta yang tidak terbukti kebenarannya mengenai Kivlan Zen yang menjadi dalang perencanaan pembunuhan terhadap sejumlah tokoh nasional.
"Kami sudah membaca berkas yang dibuat, ada yang tidak sesuai. Berkas tidak sempurna," kata Tonin, dalam sidang perkara kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/10/2019).
JPU mendakwa Kivlan Zen memiliki empat senjata api dan 117 amunisi ilegal.
Baca: Hasil Survei Parameter Politik Indonesia: Sebagian Besar Responden Minta Jokowi Terbitkan Perppu KPK
Baca: Rambut Palsu Lepas saat Sidang Transgender Peragakan Aksi Jambak, Pengunjung Tertawa
Baca: Jenderal TNI Andika Perkasa Minta GM FKPPI Jadi Pelopor Organisasi-Organisasi Kepemudaan
Selain itu, Kivlan Zen disebut menyerahkan uang Rp 25 juta kepada Helmi Kurniawan untuk mengintai Wiranto dan Luhut Binsar Panjaitan.
Namun, Tonin menilai dakwaan itu belum dapat dibuktikan oleh JPU.
Justru, kata dia, Wiranto diserang orang tidak dikenal menggunakan senjata tajam di Pandeglang beberapa waktu lalu.
"Kami ingin sampaikan cerita Kivlan dalang pembunuhan kepada Wiranto. (Wiranto,-red) Minggu lalu malah ditusuk menggunakan pisau. Kami mau sampaikan apa yang ditulis di buku tebal menggunakan pistol," kata dia.
Akan jadi saksi dalam sidang Habil Marati
Terdakwa Habil Marati mengungkapkan Kivlan Zen akan memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan kasus kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal.
"Kivlan (Zen,-red), Tajudin, dan Helmi Kurniawan. Saksi yang jaksa akan hadirkan (memberikan keterangan,-red) menjadi saksi saya," kata Habil Marati usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/10/2019).
Dia ingin agar persidangan digelar setiap dua kali dalam satu pekan.
Baca: Isyaratkan Tak Kembali Jadi Mendagri, Tjahjo Kumolo : Saya Ikut Instruksi Partai, Termasuk Jokowi
Baca: Profil dan Harta Kekayaan Wali Kota Medan yang Jadi Tersangka KPK
Baca: Muhadjir Effendy Ucapkan Kata-kata Perpisahan di Hadapan Jajaran Kemendikbud
Menurut dia, upaya memadatkan agenda persidangan dilakukan untuk efisiensi waktu.
"Saya memohon, kalau bisa sidang satu minggu dua kali. Kalau satu minggu satu kali, lama sekali," kata dia.
Rencananya, sidang kasus kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal yang menjerat terdakwa Habil Marati akan kembali digelar pada Kamis 24 Oktober 2019.
Pengakuan Habil Marati
Terdakwa Habil Marati menerima keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk meneruskan perkara kepemilikan senjata api dan amunisi ke tahap pemeriksaan perkara.
Namun, dia menilai, Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih belum dapat menguraikan keterlibatan dirinya membantu pembiayaan Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan), Kivlan Zen untuk menghabisi sejumlah tokoh nasional.
"Itu kebijakan hakim (putusan sela,-red). Fakta, jaksa tidak mampu menjawab materi eksepsi," ujar Habil, ditemui setelah persidangan di PN Jakarta Pusat, Kamis (17/10/2019).
Baca: Sandiaga Sebut Ketum Gerindra Prabowo dan Edhy Prabowo Paling Pantas jadi Menteri
Dia menegaskan, hanya membantu Kivlan Zen untuk mendukung acara peringatan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) dan rencana amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
Pada agenda pemeriksaan perkara, Kivlan Zen bersama-sama dengan Helmi Kurniawan alias Iwan dan Tajudin akan dihadirkan ke persidangan sebagai saksi untuk memberikan keterangan.
"Peran saya tidak ada dalam pembelian senjata dan peluru. Hanya membantu kegiatan Supersemar dan kembali ke UUD 45. (rencana pembunuhan tokoh nasional,-red) saya tidak tahu menahu. Anda bisa membaca dimana peranan saya," kata dia.
Sementara itu, penasihat hukum Habil Marati, mengatakan JPU mendakwa Habil Marati pada dakwaan kedua turut membantu. Namun, dia menegaskan, JPU tidak menguraikan mengenai masing-masing pelaku.
"Untuk pelaku utama dan pelaku lain tidak jelas. Tidak ada kabar berkas disatukan atau belum. Jadi untuk kepastian terdakwa kami meminta kebijakan untuk menghentikan sementara pemeriksaan," ujarnya.
Di persidangan, ketua majelis hakim Hariono, mengungkapkan perkara akan dilanjutkan ke tahap pembuktian. Nantinya, peran-peran pelaku akan terungkap.
"Kami akan tetap melanjutkan. Kebenaran materil di pembuktian apakah penuntut umum bisa membuktikan," tambahnya.
Kivlan Zen masih dirawat
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menunda sidang kasus kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal dengan terdakwa Kivlan Zen.
Sidang ditunda karena Kivlan Zen tidak bisa hadir dalam persidangan, Kamis (17/10/2019).
Kivlan Zen diketahui masih dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD Gatot Subroto).
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Fathoni, menyampaikan kondisi kesehatan Kivlan Zen kepada majelis hakim.
Baca: Mantan Penjaga Kamp Konsentrasi Nazi Diadili di Hamburg
Baca: Menuju Kedaulatan Pangan Untuk Kesejahteraan Petani
Baca: Massa Aksi Mahasiswa Membubarkan Diri, Mereka Berikan Ini Kepada Kepolisian
Dia menyampaikan rekam medis kondisi Kivlan Zen yang disusun Ketua Komite Medik RSPAD Gatot Soebroto, Lukman Maruf.
"Kemarin kami survei langsung, Kivlan di RSPAD. Kami meminta laporan perkembangan kesehatan pada pokoknya masih memerlukan perawatan bekas operasi mengambil sisa granat di paha kiri dan ada perawatan lain," kata Fathoni.
Setelah menerima laporan kondisi kesehatan Kivlan Zen, ketua majelis hakim Hariono meminta kepada Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum agar melaporkan secara berkala mengenai kondisi kesehatan Kivlan Zen.
"Tolong perkembangan dilaporkan," kata dia.
Dia menegaskan terdakwa tidak akan disidangkan apabila masih berada dalam kondisi sakit.
"Pastikan ketika hadir sehat tanpa harus siap dokter yang mendampingi. Kami tidak ingin menghendaki hal tersebut," katanya.