Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dr Tasdiyanto Rohadi, Pegiat HAM yang Peduli Masalah Lingkungan Hidup
Sejak tahun 2010, Tasdiyanto Rohadi dan tim telah gigih meneliti kualitas lingkungan Pulau Jawa, khususnya Kota Jakarta.
Editor: Hasanudin Aco
Ketika itu Tasdiyanto menyatakan berdasarkan US Air Quality Index (AQI), pada tanggal 8 Agustus 2019 pukul 11.40 WIB, kualitas udara Jakarta tercatat di angka 156 kategori tidak sehat, dengan parameter PM 2,5 konsentrasi 64.4 µg/m³.
Sedangkan di posisi kedua untuk kualitas udara terburuk di dunia diisi oleh Ibu Kota Dubai, dengan indeks kualitas udara 152 dengan status udara tidak sehat setara dengan parameter PM 2.5 konsentrasi 56.6 µg/m³.
Hasil pemantauan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2018 telah menunjukkan paparan PM 2,5 rata-rata tahunan 39 µg/m3, yang telah masuk kategori tidak sehat. Sedangkan hasil pemantauan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menunjukkan data antara 29-102 µg/m3 dengan rata-rata tahunan 43 µg/m3 yang juga masuk kategori yang sama, yakni tidak sehat.
Sementara Kedutaan Besar Amerika Serikat menunjukkan paparan PM 2,5 antara 10-194 µg/m3 atau rata-rata tahunan 45,6 µg/m3, yang juga menegaskan kondisi udara Jakarta juga sama, tidak sehat. Bahkan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) beberapa waktu yang lalu menulis dampak pencemaran udara terhadap kesehatan.
Tasdiyanto Rohadi menyebut berbagai penyakit banyak ditimbulkan karena kualitas lingkungan yang semakin memburuk ini.
Seperti ISPA, iritasi mata dan kulit, alergi, pneumonia, asma, bronchopneumonia, COPD (Chronicle Obstructive Pulmonary Dieses) atau penyempitan saluran pernafasan, jantung koroner, kanker, gangguan fungsi ginjal, hingga kematian dini akibat semakin buruknya kualitas udara Jakarta.
“Selain kualitas udara tersebut, kondisi media air di Jakarta juga sangat memprihatinkan,” kata Tasdiyanto.
Kajian daya dukung lingkungan yang dilakukan P3E Jawa KLHK tahun 2015 menunjukkan Koefisien Jasa Ekosistem (KJE) penyedia air bersih DKI Jakarta ada pada zona merah (KJE 0,00 – 0,16) yang berarti sangat rendah.
Demikian juga daya tampung lingkungan ekosistem pemurnian air (KJE 0,00 – 0,32), tata aliran air dan banjir (KJE 0,00 – 0,27), serta pengolah dan pengurai limbah (0,00-0,22), yang ketiganya juga sangat rendah.
Tasdiyanto menambahkan, kondisi media lingkungan hidup tersebut memberikan indikasi kualitas lingkungan hidup yang tidak sehat di Jakarta.
“Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab Negara sesuai Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1), yang menegaskan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan,”tegas Tasdiyanto Rohadi yang kini dipercaya sebagai Sekjen Komnas HAM RI.
Tasdiyanto bukanlah orang baru di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Lulusan Doktor terbaik dari almamater Presiden Jokowi ini memang sangat kompeten dan kapabel sehingga sudah sangat tepat sejak tahun 2019 dipercaya sebagai Ketua Umum Asosiasi Ahli Lingkungan.
Selama berkarir di KLH, salah satu Ketua Paguyuban Seruling Emas ini, selain memiliki pengalaman di berbagai jabatan struktural, juga sebagai guru birokrasi.
Di intansinya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pemegang Satya Lancana Karya Satya XX Tahun dari Presiden RI, Tahun 2019 ini adalah sebagai penggagas kompetensi kerja Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang lingkungan. Berkat kiprahnya tersebut, kini sudah tercipta ribuan SDM profesional di bidang lingkungan.