KPK Berpeluang Jerat Protokoler Setda Medan
Andika disinyalir menghalangi proses penyidikan dugaan dugaan suap proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021
Penulis: Ilham F Maulana
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang menjerat Staf Honorer Sub Bagian Protokoler Setda Kota Medan Andika Hartono.
Andika disinyalir menghalangi proses penyidikan dugaan dugaan suap proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021.
Peran Andika dalam kasus ini cukup signifikan. Andika merupakan pihak perantara suap untuk Wali Kota Medan Dzulmi Eldin.
Andika bahkan sempat melarikan diri bahkan berusaha menabrak petugas KPK saat hendak diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT).
“Yang kami kejar karena diduga yang bersangkutan setelah dari rumah Kepala Dinas PUPR membawa uang Rp50 juta. Nah itu yg kami kejar dan baru kemarin menyerahkan diri,” ujar Juru Bicara KPK Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (18/10/2019).
Andika saat ini tengah menjalani pemeriksaan awal di Medan. Tak menutup kemungkinan penyidik bakal membawa Andika ke Jakarta untuk diperiksa intensif.
Baca: Tes Kepribadian: Pilihan Gambar Mata Dapat Tunjukkan Sisi Tersebunyi dari Dirimu
“Jadi kebutuhan KPK adalah proses pemeriksaan lebih lanjut. Statusnya masih saksi, jadi belum ada peningkatan ke tersangka kecuali memang ada pengembangan perkara dalam kasus itu,” kata Febri.
KPK menetapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin bersama Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari dan Kepala Sub Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar sebagai tersangka dugaan suap proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021.
Dalam kasus ini, Dzulmi diduga menerima suap terkait proyek dari Isa secara bertahap.
Pemberiaan uang itu berlangsung selama periode Maret-Juni 2019 senilai Rp20 juta dan pada September 2019 senilai Rp50 juta.
Dzulmi juga diduga menerima suap dari Isa senilai Rp200 juta terkait promosi jabatan.
Uang suap itu diduga digunakan untuk memperpanjang masa perjalanan dinas Dzulmi bersama keluarganya di Jepang.
Dzulmi dan Syamsul selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Isa disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.