Peringati Tragedi Bintaro 1987: Ratusan Orang Tewas,Kabar Terkini Masinis hingga Analisis Kecelakaan
Peringati Tragedi Bintaro 1987: Ratusan Orang Tewas,Kabar Terkini Masinis hingga Analisis Kecelakaan
Penulis: Anugerah Tesa Aulia
Editor: Muhammad Nursina Rasyidin
Peringati Tragedi Bintaro 1987: Ratusan Orang Tewas,Kabar Terkini Masinis hingga Analisis Kecelakaan
TRIBUNNEWS.COM - Kecelakaan Kereta Api Bintaro 1987 atau yang dikenal dengan nama Tragedi Bintaro adalah peristiwa kecelakaan tragis yang melibatkan dua buah kereta api di daerah Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, pada tanggal 19 Oktober 1987.
Tragedi Bintaro merupakan musibah terburuk dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. Peristiwa ini juga menyita perhatian publik dunia.
Dokumentasi pemberitaan Harian Kompas, 20 Oktober 1987 menyebutkan, saat itu, kereta api Patas No 220 dengan rangkaian tujuh gerbong dari arah Tanah Abang menuju ke arah Merak bertabrakan dengan KA No 225 dari Rangkasbitung ke Tanah Abang.
Kecelakaan terjadi di antara Stasiun Pondok Ranji dan Pemakaman Tanah Kusir, Sebelah Utara Sekolah Menengah Atas Negeri 86 Bintaro
Di dekat tikungan melengkung Tol Bintaro, tepatnya di lengkungan "S", berjarak kurang lebih 200 m setelah palang pintu Pondok Betung dan ± 8 km sebelum Stasiun Sudimara menewaskan 156 orang dan 300 luka-luka.
Baca: Suami Tewas Digigit Ular, Selang 1,5 Tahun Si Istri Alami Nasib yang Sama, Anak jadi Tulang Punggung
Baca: Viral Aksi Ibu-ibu Pengendara Motor di Bojonegoro Nekat Terobos Palang Kereta Api hingga Lepas
Kabar Masinis
Masinis KA 225, Slamet Suradio berhasil selamat dari tragedi memilukan tersebut.
Slamet Suradio saat itu dituding memberangkatkan sendiri kereta yang dioperasikannya.
Padahal menurutnya, ia hanya mengikuti instruksi dari PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api).
"Yang seharusnya saya di Sudimara bersilangan dengan KA 220 dibatalkan oleh PPKA yang sedang dinas," kata Slamet dikutip dari YouTube Kisah Tanah Jawa (11/10/2019).
"Berarti saya nunggu di jalur 3. Karena belum ada perintah berangkat, saya tetap menunggu," lanjutnya.
"Jadi kalau ada orang mengatakan berangkat sendiri itu bohong, apa untungnya saya memberangkatkan kereta sendiri," ungkap lelaki renta itu.
Setelah menunggu beberapa saat, Slamet pun akhirnya memberangkatkan kereta sesuai instruksi.
Beberapa saat perjalanan, tak ada hal yang perlu dikhawatirkan karena tidak ada sinyal apapun yang Slamet terima.
Namun alangkah terkejutnya ia ketika dari arah berlawanan, tampak KA 220 dari stasiun Kebayoran.
"Saya terus narik rem bahaya, ternyata gagal, tidak bisa berhenti, tetep terjadi tabrakan," papar Slamet.
Dalam kondisi terluka parah, Slamet kemudian dibawa oleh seorang perempuan ke rumah sakit dengan mobilnya.
Meski wajahnya bersimbah darah, Slamet masih mengantongi PTP di sakunya.
PTP tersebut jadi satu-satunya bukti Slamet bahwa dirinya tidak bersalah.
Bercak darah di PTP itu membuat hakim percaya bahwa Slamet tidak loncat dari lokomotifnya.
Penderitaan Slamet tak berhenti sampai di situ.
Slamet akhirnya harus menjalani hukuman penjara selama kurang lebih 3 tahun 3 bulan.
Karena hal itu, istrinya pun meninggalkannya dan minta cerai.
Usai keluar dari penjara, Slamet pun harus menelan kenyataan pahit lantaran istrinya sudah direbut rekan sesama masinis.
Namun Slamet berusaha ikhlas atas keadaan tersebut.
Saat ini ia hanya menuntut hak uang pensiunannyaa dikeluarkan seperti pegawai lainnya.
Demi menyambung hidup, Slamet kini bekerja sebagai pedagang asongan.
Baca: Viral Kisah Pria Diculik & Dibunuh Mantan Pacar, Alasannya Tak Biasanya, Istri dalam Keadaan Hamil
Baca: Mobil Dihantam KA Babaranjang di Kotabumi, Seorang Kritis, Dua Lainnya Tak Sadarkan Diri
Analisis Kecelakaan
Dilansir dari Kompas.com, Peristiwa bermula atas kesalahan kepala Stasiun Serpong memberangkatkan KA 225 ke Stasiun Sudimara, tanpa mengecek kepenuhan jalur KA di Stasiun Sudimara.
Kereta pertama dari Rangkasbitung melalui Sudimara menuju Palmerah berangkat pukul 06.11.
Saat itu Stasiun Sudimara yang punya 3 jalur uang sudah penuh dengan KA.
Namun, komunikasi yang buruk di KA Sudimara, membuat KA 220 yang saat itu berada di Kebayoran Baru juga ikut diberangkatkan, KA 220 kala itu mengarah ke Sudimara.
Kondisi itu memaksa juru langsir di Sudimara segera memindahkan lokomotif KA 225 menuju ke jalur tiga.
Akan tetapi, ramainya jalur kereta, membuat masinis tidak bisa melihat semboyan dari juru langsir.
Bahkan, KA 225 yang pada awalnya harus berpindah rel tiba-tiba berangkat.
Upaya yang dilakukan juru langsir untuk menghentikan KA 225 sia-sia.
Akhirnya, kereta api yang menarik tujuh gerbong itu harus berhadapan dengan KAA 220 yang meluncur dengan kecepatan 20 kilometer per jam.
Adapun saat itu KA 225V berjalan dengan kecepatan 30 kilometer per jam.
Baca: Tsamara Amany Resmi Dipersunting Ismail Fajrie Alatas, Maruf Amin jadi Saksi hingga Sosok sang Suami
Baca: Gegara Unggah Endorse Kacamata Mewah, Mulan Jameela Dapat Teguran dari KPK, Berikut 3 Faktanya!
Tak hanya kelalaian, banyaknya korban yang jatuh saat itu juga disebabkan kondisi gerbong kereta yang dipenuhi penumpang.
KA 225 memang dipenuhi penumpang di luar kapasitasnya. Pada setiap gerbong, tersedia 64 kursi rotan dan saat itu dipenuhi oleh para penumpang.
Namun, kapasitas yang disediakan tak cukup untuk menampung banyaknya orang yang ingin menempuh perjalanan yang sama.
Akhirnya, atap gerbong dan ruang kosong di kiri-kanan lokomotif pun juga dijejali penumpang sebagai tempat tangkringan sementara.
Lokasi kecelakaan yang berada di tikungan juga membuat kedua masinis tidak dapat saling melihat.
Ketika menyadari ada kereta lain di jalur yang sama, sudah terlambat bagi masinis untuk menghentikan laju kereta karena jarak antara keduanya sudah terlalu dekat.
Selain itu, pihak petugas palang pintu kereta juga tak mengetahui simbol genta yang menyebabkan kedua kereta itu berhadapan di rel yang sama.
(Tribunnews.com/Anugerah Tesa Aulia/Kompas.com/Rosiana Haryanti)