KPK Sita Mobil Avanza yang Dipakai Staf Protokoler Setda Medan untuk Melarikan Diri
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan rangkaian penggeledahan di lima lokasi di Medan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan rangkaian penggeledahan di lima lokasi di Medan, Sumatera Utara pada Sabtu (19/10/2019) kemarin.
Penggeledahan tersebut, dikatakan Juru Bicara KPK Febri Diansyah, merupakan bagian dari penyidikan terhadap kasus dugaan suap proyek dan jabatan yang menjerat Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021 Dzulmi Eldin.
Lima lokasi yang digeledah tim KPK di Medan antara lain, rumah dinas wali kota, kantor dinas PUPR, kantor dinas Perhubungan, rumah wali kota di Jalan Babura Lama, dan kantor dinas Pemberdayaan Perempuan.
"Dari lokasi-lokasi tersebut disita sejumlah dokumen terkait proyek, mobil Avanza silver yang digunakan Andika dan barang bukti elektronik seperti alat komunikasi," ujar Febri kepada wartawan, Minggu (20/10/2019).
Selanjutnya, kata Febri, tim penyidik KPK kembali ke Jakarta pada Minggu ini. "Mereka akan mempelajari bukti-bukti yang telah disita di Medan."
Dalam kasus ini, peran Staf Honorer Sub Bagian Protokoler Setda Kota Medan Andika Hartono cukup signifikan. Andika merupakan pihak perantara suap untuk Wali Kota Medan Dzulmi Eldin.
Andika bahkan sempat melarikan diri bahkan berusaha menabrak petugas KPK menggunakan mobil Avanza silver saat hendak diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) Rabu (16/10/2019) malam.
“Yang kami kejar karena diduga yang bersangkutan setelah dari rumah Kepala Dinas PUPR membawa uang Rp 50 juta. Nah itu yg kami kejar dan baru kemarin (Kamis, 17/10/2019) menyerahkan diri,” ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (18/10/2019).
Andika pun telah menjalani pemeriksaan awal di Medan. Tak menutup kemungkinan penyidik bakal membawa Andika ke Jakarta untuk diperiksa intensif.
“Jadi kebutuhan KPK adalah proses pemeriksaan lebih lanjut. Statusnya masih saksi, jadi belum ada peningkatan ke tersangka kecuali memang ada pengembangan perkara dalam kasus itu,” kata Febri.
KPK menetapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin bersama Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari dan Kepala Sub Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar sebagai tersangka dugaan suap proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021.
Dalam perkara ini, Dzulmi diduga menerima suap terkait proyek dari Isa secara bertahap.
Pemberian uang itu berlangsung selama periode Maret-Juni 2019 senilai Rp20 juta dan pada September 2019 senilai Rp50 juta.
Dzulmi juga diduga menerima suap dari Isa senilai Rp200 juta terkait promosi jabatan.
Uang suap itu diduga digunakan untuk memperpanjang masa perjalanan dinas Dzulmi bersama keluarganya di Jepang.
Dzulmi dan Syamsul selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Isa disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.