Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Praperadilan Eks Dirut Jasa Tirta II Ditolak Hakim, Status Tersangka KPK Tetap Berlaku

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menolak praperadilan mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Praperadilan Eks Dirut Jasa Tirta II Ditolak Hakim, Status Tersangka KPK Tetap Berlaku
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro ditahan KPK, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (30/9/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menolak praperadilan mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro. Oleh sebab itu, status tersangka KPK terhadap Djoko tetap berlaku.

"Hakim menolak permohonan praperadilan tersangka DS (Djoko Saputro)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (22/10/2019).

Djoko telah melayangkan permohonan praperadilan dengan Nomor: 115/Pid.Prap/2019/PN.Jkt.Sel pada 17 September 2019.

Beberapa hal dipersoalkan Djoko dalam gugatannya adalah sebagai berikut:

Pertama, penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan terhadap pemohon tidak sah karena telah dilakukan penyelidikan dengan kasus yang sama oleh Polres Purwakarta.

Kedua, penetapan tersangka bertentangan dengan KUHAP, UU KPK dan SOP KPK.

Berita Rekomendasi

Ketiga, termohon tidak berwenang melakukan penyidikan perkara a quo.

Akan tetapi, seluruh dasar permohonan itu ditolak oleh hakim. Hakim tunggal Akhmad menyatakan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan KPK sudah sesuai prosedur.

"KPK dipandang telah memenuhi kewajiban dengan memberitahukan telah dilakukan penyidikan terhadap tersangka DS melalui SPDP 1 hari setelah tanggal sprindik. Hal ini bahkan lebih cepat karena menurut putusan MK ditentukan SPDP diberikan paling lambat 7 hari," kata Febri.

Pada saat penyelidikan, kata Febri, KPK juga telah meminta keterangan Djoko Saputro yang juga sudah dituangkan dalam berita acara.

Selain itu dalam putusannya, hakim juga menyatakan bahwa KPK telah memenuhi adanya dua alat bukti yang cukup terkait bukti permulaan sebelum ditetapkannya Djoko sebagai tersangka.

Baca: KPK Tahan Mantan Dirut Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro

"Hakim juga menegaskan bahwa pemeriksaan DS sebagai calon tersangka sudah dilakukan di penyelidikan dan telah ada bukti permulaan yang cukup. Sedangkan terkait audit kerugian keuangan negara pengujiannya bukanlah menjadi ranah praperadilan," katanya.

KPK pun mengapresiasi putusan hakim tersebut. Menurut Febri, penanganan perkara Djoko pun akan tetap dilanjutkan hingga proses penyidikan selesai.

"Tetap terus dilakukan dan segera melimpahkan ke penuntutan saat penyidikan selesai," kata dia.

Kasus ini berawal ketika Djoko Saputra dilantik sebagai Dirut BUMN pengelola Waduk Jatiluhur pada tahun 2016 lalu. Ia diduga memerintahkan dilakukannya relokasi anggaran di Perum Jasa Tirta II.

Baca: KPK Tahan Mantan Dirut Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro

Atas perintah itu, revisi anggaran kemudian dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada dua pekerjaan Pengembangan SDM dan Strategi Korporat. Diketahui anggaran awal yang tadinya hanya senilai Rp2,8 miliar bertambah menjadi Rp9,55 miliar.

Keduanya adalah Perencanaan Strategis Korporat dan Proses Bisnis senilai Rp3.820.000.000 dan Perencanaan Komprehensif Pengembangan SDM PJT II sebagai Antisipasi Pengembangan Usaha Perusahaan senilai Rp5.730.000.000.

Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku. Setelah melakukan revisi terhadap anggaran, Djoko Sap pun diduga memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni Yaktiningsasi sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut.

Andririni yang juga ditetapkan sebagai tersangka, diduga menggunakan bendera perusahaan PT BMEC dan PT 2001 Pangripta.

Realisasi penerimaan pembayaran untuk pelaksanaan proyek sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 untuk kedua pekerjaan tersebut adalah Rp5.564.413.800.

Rinciannya adalah untuk Pekerjaan Komprehensif Pengembangan SDM PJT II sebagai Antisipasi Pengembangan Usaha Perusahaan sebesar Rp3.360.258.000 dan untuk Perencanaan Strategis Korporat dan Proses Bisnis sebesar Rp2.204.155.8410.

KPK menduga pelaksanaan lelang dilakukan menggunakan rekayasa dan formalitas dengan membuat penanggalan dokumen administrasi Ielang secara backdate atau penanggalan mundur.

Tak hanya itu, KPK pun menduga nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.

KPK menyebut kerugian negara yang timbul dari perbuatan Djoko dan Andririni tersebut adalah sekitar Rp3,6 miliar. Perhitungan kerugian itu merupakan dugaan yang berasal keuntungan yang diterima Andririni Yaktiningsasi dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterimanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas