Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Prabowo Siap Jadi Menteri Jokowi, Bagaimana Nasib 'Cebong' dan 'Kampret'

Semakin rampingnya oposisi saat ini, maka publik harus aktif menjadi pihak pengontrol kinerja pemerintah.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Prabowo Siap Jadi Menteri Jokowi, Bagaimana Nasib 'Cebong' dan 'Kampret'
WARTA KOTA/henry lopulalan
PRABOWO DATANG KE ISTANA KEPRESIDENAN---Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) didampingi Wakil Ketua Umum Edhy Prabowo usai bertemu Prisiden Joko Widodo di kompleks Istana Kepresidenan, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (21/10/2019). Menurut Presiden Joko Widodo akan memperkenalkan jajaran kabinet barunya usai dilantik Minggu (20/10/2019) kemarin untuk masa jabatan keduanya bersama Wapres Ma'ruf Amin periode tahun 2019-2024.--Warta Kota/henry lopulalan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra yang juga calon presiden pada Pemilihan Presiden 2019, Prabowo Subianto, yang menyatakan siap membantu pemerintahan Joko Widodo, rivalnya, memberikan dinamika baru dalam politik pasca pemilu.

Prabowo menyampaikan hal itu seusai bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2019).

Ia menyatakan ditawari posisi menteri yang menangani bidang pertahanan.

Dua tokoh politik yang bersaing keras pada kontestasi politik 5 tahunan, kini bergandengan.

Baca: Diduga Ini Penyebab Kader Demokrat Belum Dipanggil Jokowi ke Istana

Baca: Menteri Termiskin di Indonesia, Tak Mampu Bayar Rumah Sakit Tapi Hasil Kerjanya Luar Biasa

Bagaimana dengan para pendukungnya?

Realita politik ini mengingatkan dinamika yang terjadi antara pendukung kedua tokoh ini saat Pilpres 2019.

"Pertarungan" antara "cebong" dan "kampret.

BERITA REKOMENDASI

Berbagai kasus terjadi.

Di Jawa Timur, perbedaan pilihan politik membuat disintegrasi antar bangsa dalam urusan yang lebih domestik, misalnya perceraian suami karena beda pilihan capres.

Dua orang laki-laki berbeda pilihan di Sidrap, Sulawesi Selatan, dilaporkan bertaruh akan menyerahkan tanah miliknya jika pasangan yang ia dukung kalah.

Tidak hanya di dunia nyata, perbedaan politik juga ini juga menciptakan kegaduhan di media sosial.

Adu komentar sampai twit war kerap terjadi sepanjang tahun politik sejak tahun lalu.


Pendidikan politik, jangan terlalu fanatik

Pasca-merapatnya Prabowo ke kubu koalisi Jokowi, ada ungkapan kekecewaan dari para pendukungnya.

Hal itu juga diakui oleh Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Partai Gerindra Habiburokhman.

Diberitakan Kompas.com, Selasa (22/10/2019), Habiburokhman mengatakan, banyak relawan pendukung Gerindra yang awalnya kecewa dengan keputusan Prabowo Subianto bergabung ke koalisi Jokowi.

Baca: Tak Jadi Menteri Lagi, Susi Pudjiastuti Lepas Penat dan Lelah dengan Joget Heboh, Videonya Viral

Meskipun, menurut dia, pada akhirnya bisa memahami langkah Prabowo.

Kekecewaan itu dituangkan di media sosial.

"Itu kekecewaan kita bersama. Melihat situasi pemilu yang kemarin enggak enak, rasa persaudaraan yang bergeser, terlalu terbelah kemudian ujungnya sifat politik yang seperti ini," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia Aditya Perdana, Selasa (22/10/2019).

Menurut dia, bergabungnya Prabowo ke kubu Jokowi bisa saja meningkatkan apatisme masyarakat terhadap politik.

Dengan realita politik ini, Aditya mengingatkan bahwa ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk tidak fanatik dalam mendukung calon pilihannya.

"Tidak usah berlebihan, akhirnya kita akan bisa paham bahwa fanatisme itu hanya berujung kompromi dan tidak kemudian mampu menyuarakan apa yang diinginkan kelompok tersebut," ujar Ketua Pusat Kajian Politik FISIP UI ini.

Semakin rampingnya oposisi saat ini, maka publik harus aktif menjadi pihak pengontrol kinerja pemerintah.

"Kita dorong sama-sama masyarakat untuk selalu kritis terhadap pemerintah, karena memang satu-satunya cara untuk menjaga demokrasi kita, check and balances itu ada di publik, fungsi kontrol," kata Aditya.

Meski demikian, Aditya meyakini masyarakat Indonesia saat ini sudah terbuka wawasannya mengenai politik.

"Tapi melihat sisi yang lain, publik saat ini memiliki tingkat partisipasi atau kesadaran politik yang relatif baik," kata Aditya.

Hapus istilah

Jauh-jauh hari sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan, saat ini tidak ada lagi yang namanya 01 dan 02.

Hal itu ia tegaskan saat konferensi pers bersama Prabowo Subianto di Stasiun MRT Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu (13/7/2019) lalu.

"Tidak ada lagi yang namanya 01. Tidak ada lagi yang namanya 02," ujar Jokowi.

Mendengar hal tersebut, Prabowo yang berada di sampingnya langsung bertepuk tangan.

Demikian pula ketika Jokowi menyinggung keterbelahan di masyarakat yang diistilahkan sebagai 'cebong' dan 'kampret'.

"Tidak ada lagi yang namanya cebong. Tidak ada lagi yang namanya kampret," ujar Jokowi yang diikuti anggukkan kepala Prabowo.

"Yang ada adalah Garuda Pancasila," lanjut Jokowi.

Prabowo kembali bertepuk tangan. Pernyataan pers yang disampaikan Jokowi ini kemudian dilanjutkan dengan keterangan pers yang disampaikan Prabowo.

Prabowo juga mengatakan setuju tidak ada lagi istilah cebong dan kampret setelah Pilpres.

"Semuanya merah putih," ujar Prabowo.  

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Prabowo Siap Jadi Menteri Jokowi, Pendidikan Politik bagi Publik, Jangan Terlalu Fanatik...

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas