Azis Syamsuddin: Sumpah Pemuda Benteng Ancaman Global
Sumpah Pemuda merupakan momen dalam rangka membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar terhindar dari segala ancaman global.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan Sumpah Pemuda merupakan momen dalam rangka membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar terhindar dari segala ancaman global.
Sebab, Indonesia berdiri di atas landasan nilai, yang berfungsi sebagai pengikat segala macam perbedaan yang ada.
Ia mengenang, Prof. Sunario Sastrowardoyo sebagai salah satu penggagas Sumpah Pemuda tahun 1928 yang menyebut, nilai persatuan dan kebangsaan Indonesia tidak dilatari oleh faktor kultural, ras, wilayah atau agama tertentu saja.
"Tapi justru kompleksitas perbedaan itu diletakkan di atas landasan perasaan senasib sepenanggungan. Perasaan inilah yang mengikat semua jenis perbedaan yang sangat banyak di Indonesia," kata Azis melalui keterangannya, Minggu (27/10/2019).
Baca: Rayakan Hari Sumpah Pemuda, Ketua MPR Ajak Milenial Berperan Mengisi Pembangunan
Baca: Kemenpora Gelar Malam Anugerah Kepemudaan untuk Peringati Hari Sumpah Pemuda 2019
Baca: Rayakan Hari Sumpah Pemuda Lewat Semangat Masa Muda
Sayangnya, kata Azis, beberapa tahun terakhir ini, bangsa Indonesia gagap mendefinisikan dinamika politik dalam konteks Pilpres.
Di mana, banyak pihak mengartikan Pilpres tersebut sebagai perjuangan hidup mati mempertahankan eksistensi kelompok.
"Maka tak ayal, kekacauan makna pun terjadi. Jargon-jargon “perang” justru muncul pada konteks damai; konteks perjanjian dagang dan investasi antar negara diartikan sebagai aneksasi, dan konteks Pemilu diartikan sebagai revolusi," ujar Azis.
Akibatnya, nilai persatuan bangsa Indonesia terguncang hebat. Di mana, konteks bergerak liar dan nilai suatu pendapat ataupun tindakan digantungkan pada keberpihakan politik.
Bahkan, yang paling mencemaskan dari semuanya, kaidah keilmuan pun dikebiri.
"Pendapat-pendapat dan analisis ilmiah yang berupa kritik ataupun apresiasi dicurigai memiliki tendensi, dimasukkan dalam konteks politik dan pilpres yang bergerak demikian dinamis," tegas Azis.
Kata Azis, saat ini bangsa Indonesia kehilangan gugus makna Sumpah Pemuda.
Satu diantaranya yakni rekonsiliasi yang dilakukan Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto dianggap melanggar kode etik politik.
"Sehingga meski keduanya bersatu dalam satu kerangka kerjasama, langkah politik mereka dipahami sebagai sebuah ambivalensi yang melanggar keadaban politik. Demikian juga ketika para elit politik bersatu dan duduk bersama dalam satu kabinet kerja, tidak sedikit pihak yang kecewa," kata Azis.