Pasca UU Baru Berlaku, KPK Fokus Periksa Saksi, Belum ada OTT
Keenamnya diperiksa untuk Wali Kota Medan nonaktif, Tengku Dzulmi Eldin, tersangka kasus dugaan suap proyek dan promosi jabatan di Kota Medan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasca UU Nomor 19 Tahun 2019 pengganti UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alias revisi UU KPK berlaku, lembaga antirasuah tetap bekerja.
Tapi, komisi antikorupsi itu hanya fokus memeriksa saksi-saksi saja. Belum ada tanda-tanda KPK bakalan melancarkan giat Operasi Tangkap Tangan (OTT) seperti biasanya.
Selasa (29/10/2019) kemarin, KPK memeriksa 21 saksi untuk sembilan kasus. Di antaranya, politikus PDIP Nico Siahaan yang diperiksa dalam kasus pencucian uang eks Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra.
Kemudian, Sekda Pemkot Medan, Wiriya Al Rahman; Staf Subag Protokoler, Uli Arta Simanjuntak; Ajudan Wali Kota Medan, Muhamad Arbi Utama; dua orang Honorer Protokoler, yakni Sultan Sholahudin dan M Taufik Rizal; serta Honorer Staf Wali Kota Medan, Eghi Dhefara Harefa.
Baca: Anak Calon Kapolri Idham Aziz Dilarang Berkendara Saat Belum Punya SIM
Keenamnya diperiksa untuk Wali Kota Medan nonaktif, Tengku Dzulmi Eldin, tersangka kasus dugaan suap proyek dan promosi jabatan di Kota Medan.
Komisi yang dikomandoi Agus Rahardjo cs itu juga memanggil mantan Direktur RSUD Cileungsi Bogor, Hesti Iswandari, terkait kasus korupsi pemotongan uang dan gratifikasi dengan tersangka Rachmat Yasin, mantan Bupati Bogor.
Penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno, dalam kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.
Hadinoto yang sudah dijerat sebagai tersangka ini akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar. Namun, Hadinoto tak hadir.
Pemeriksaan kemarin cukup banyak dibandingkan Senin (28/10/2019) yang hanya menghadirkan 10 saksi.
Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya menyatakan, kemungkinan besar setelah UU KPK hasil revisi berlalu, OTT bakal berkurang. Tetapi, KPK bisa fokus membongkar kasus-kasus yang besar saja.
“Bisa saja loh, jadi mungkin, mungkin loh ya, OTT-nya di kurangi tapi betul-betul mendalami kasus-kasus besar yang itu pasti butuh waktu,” kata Agus saat acara media gathering, Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (25/10/2019).
Agus mencontohkan pengusutan kasus Petral dan kasus Garuda yang butuh waktu lama. Namun, pengungkapan kasus besar seperti itu dapat mengembalikan kerugian keuangan negara yang lebih banyak dibanding OTT.
Senada, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga menyatakan, komisinya kini fokus pada beberapa perkara yang belum selesai. Salah satunya, kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II dengan tersangka Richard Joost Lino.
Menurut dia, ada perkembangan terkait penghitungan kerugian keuangan negara dari kasus itu.
“Sekarang BPK sudah mau menghitung,” ujar Syarif juga di acara media gathering, Sabtu (26/10/2019).
Selama ini, KPK memang terbentur soal perhitungan kerugian keuangan negara dalam penyidikan kasus RJ Lino yang sudah berjalan empat tahun ini.
BPK juga sebetulnya telah mulai proses perhitungan sejak lama. Hanya saja, prosesnya baru menemui titik terang. Karena kerjaannya, kini melakukan pendalaman, akronim KPK pun kini diplesetkan menjadi Komisi Pendalaman Korupsi.
“Ya karena KPK tak berantas korupsi lagi. Tidak OTT. Sibuk melakukan pendalaman, pemeriksaan saksi-saksi,” kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
Boyamin menilai, UU KPK baru yang menyebabkan kebingungan bagi lembaga antirasuah untuk melaksanakan tugas sebagaimana biasanya. Desakan terbitnya Perppu KPK, menjadi penting.
Indonesia Corruption Watch (ICW) bahkan meminta Menkopolhukam, Mahfud MD, mundur jika Perppu KPK tak kunjung terbit dalam 100 hari pertama kerjanya.
“Saya rasa 100 hari wak tu yang tepat untuk diberikan publik ke pada Mahfud MD karena selama ini Mahfud MD dikenal sebagai figur yang pro terhadap pemberantasan korupsi,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Senin (28/10/2019).
Mahfud menanggapinya dengan sinis. “Memang ICW itu siapa?” selorohnya, Selasa (29/10/2019) kemarin. Senin (28/10/2019) malam, Mahfud menyebut, semua sikap dan pandangannya, juga masyarakat, sudah disampaikan kepada Presiden Jokowi.
Sebelum menjabat Menkopolhukam, Mahfud bersama Romo Magnis Suseno, Alissa Wahid, Quraish Shihab, Butet Kartaredjasa, Goenawan Mohamad, Anita Wahid, dan Christine Hakim bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana pada 26 September lalu. Para tokoh itu memberi saran agar Jokowi menerbitkan Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK.
“Jadi sekarang tinggal nunggu presidennya. Sudah diolah,” katanya.
Tetapi Mahfud juga mengingatkan, hal itu sepenuhnya adalah hak presiden. Sementara DPR tetap menyarankan agar mereka yang tidak puas dengan UU KPK menempuh judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).