Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Larangan Pegawai Pemerintahan Pakai Cadar dan Celana Cingkrang, MUI hingga Politisi Angkat Bicara

Wacana pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintahan, tengah ramai dibicarakan di tengah masyarakat.

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Daryono
zoom-in Larangan Pegawai Pemerintahan Pakai Cadar dan Celana Cingkrang, MUI hingga Politisi Angkat Bicara
WARTA KOTA/MOHAMAD YUSUF
Wacana pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintahan, tengah ramai dibicarakan di tengah masyarakat. Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan rencana itu masih dalam kajian, namun aturan itu sangat mungkin direkomendasikan Kemenag atas dasar alasan keamanan. 

Wacana pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintahan, tengah ramai dibicarakan di tengah masyarakat.

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Agama Fachrul Razi berencana melarang pegawai di instansi pemerintahan menggunakan cadar.

Selain Fachrul Razi, pihak Badan Intelijen Negara (BIN) juga akan melarang pegawainya untuk menggunakan celana cingkrang atau celana yang bawahnya di atas mata kaki.

Untuk usulan pelarangan menggunakan cadar, Fachrul Razi berpendapat larangan tersebut untuk alasan keamanan.

Fachrul mengatakan rencana itu masih dalam kajian, namun aturan itu sangat mungkin direkomendasikan Kemenag atas dasar alasan keamanan.

"Memang nantinya bisa saja ada langkah-langkah lebih jauh, tapi kita tidak melarang niqab, tapi melarang untuk masuk instansi-instansi pemerintah, demi alasan keamanan. Apalagi kejadian Pak Wiranto yang lalu," kata Fachrul dalam Lokakarya Peningkatan Peran dan Fungsi Imam Tetap Masjid di Hotel Best Western, Jakarta, Rabu (30/10/2019).

Meski isu pelarangan telah beredar luas di kalangan masyarakat, Fachrul pun memberikan klarifikasi kabar tersebut.

Berita Rekomendasi

Fachrul menegaskan jika dirinya tidak mengatur seseorang memakai cadar atau penutup wajah.

Dikutip dari laman resmi Kemenag, Fachrul Razi menjelaskan pihaknya tidak pernah melarang penggunaan cadar.

"Cadar itu seperti saya bilang, tidak ada dasar hukumnya di Quran dan di Hadist menurut pandangan kami. Tapi kalau orang mau pakai (cadar) itu silakan. Dan itu bukan ukuran ketaqwaan orang," ujar Fachrul, Kamis (31/10/2019).

Fachrul pun juga membantah dirinya akan membuat aturan pelarangan cadar.

"Oo ndak, belum pernah ngomong seperti itu. Kalau melarang-larang kan bukan tugas Menag," kata Fachrul.

Namun menurutnya, ia mendengar rencana pembuatan aturan keluar masuk instansi pemerintah.

"Saya dengar, akan keluar aturan masuk instansi pemerintah tidak boleh pakai helm dan muka harus kelihatan jelas," imbuhnya.

Hal ini menurutnya wajar untuk diterapkan apalagi hal ini berkaitan dengan alasan keamanan pada lembaga pemerintah.

"Saya kira betul lah untuk alasan keamanan," tutur Fachrul.

"Kalau tamu masuk instansi pemerintah, itu urusan aparat hukum lah. Saya merekomendasikan yang tidak boleh masuk ke instansi pemerintah itu, satu mengenakan helm tertutup, kedua mukanya gak kelihatan," tutupnya.

Sementara itu untuk celana cingkrang, Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi BIN, Sundawan Salya mengatakan aturan tersebut berlaku di internal kerja BIN dan telah rutin dilakukan pengaturan serupa.

Selain celana cingkrang, BIN juga melarang aparaturnya untuk memelihara jenggot dan berambut gondrong.

Deputi VI Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Sundawan Salya dan Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Ono Surono, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (14/7/2017).
Deputi VI Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Sundawan Salya dan Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Ono Surono, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (14/7/2017). (Wahyu Aji)

"Lewat aturan ini kami ini ingin menjaga estetika dan etika dalam berpakaian," kata dia.

Selama ini, kata Sundawan, pegawai di BIN mengenakan seragam berwarna putih dan hitam, sementara yang bertugas di lapangan bebas berpakaian sesuai kebutuhan pekerjaan.

Kendati demikian, Sundawan heran Surat Edaran bernomor SE-28/V/2017 tentang aturan tersebut bisa diketahui publik luas di media sosial.

Surat itu bertanggal 15 Mei 2017 dan ditandatangani Sekretaris Utama BIN Zaelani.

"Ini urusan internal bukan konsumsi publik," kata dia.

Surat edaran itu ditujukan kepada seluruh pegawai BIN, khususnya yang setiap hari berdinas di kantor Pejaten, Jakarta Selatan.

Terdapat logo BIN pada sudut atas surat bagian kiri, kemudian pada bagian akhir surat dicap dan tangan tangan atas nama Zaelani selaku Sestama BIN.

Ketika dikonfirmasi mengenai surat edaran tersebut Zaelani enggan berkomentar lebih lanjut.

"Saya nggak tahu soal itu," ujarnya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Mendengar kabar pelarangan menggunakan celana cingkrang dan berjenggot di kalangan kantor BIN, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun angkat bicara.

Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorum Niam Soleh larangan untuk memelihara jenggot tidak ada urgensinya.

Asrorum pun mengimbau agar aturan yang akan diterapkan khususnya di BIN tidak bersifat diskriminatif.

Pembuat aturan sepatutnya memiliki sensitivitas agar aturan yang dibuat tidak terkesan memojokkan kelompok tertentu baik secara etnis atau keagamaan.

"Kalau larangan rambut panjang itu masih wajar. Tapi tak boleh ada larangan mengenakan jilbab. Jilbab itu kan bagian dari keyakinan agama individu dan konstitusi menjamin setiap individu menjalankan keyakinan agamanya masing-masing," ujarnya.

Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Amirsyah Tambunan
Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Amirsyah Tambunan (Gita Irawan)

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan juga menanggapi wacana Menag Fachrul Razi.

Amirsyah pun mempertanyakan maksud wacana pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintahan.

"Apakah itu bersifatnya kajian atau apa? kalau bersifatnya kajian, saya menyarankan hal-hal yang semacam ini sebaiknya didiskusikan terlebih dahulu dengan lembaga keagamaan, ormas keagamaan, sehingga tidak menimbulkan miss persepsi di tengah-tengah masyarakat," ujar Amirsyah saat dihubungi wartawan, Jumat (1/11/2019).

Alangkah baiknya, lanjut Amirsyah, pemerintah lebih mengedepankan persoalan-persoalan yang lebih substantif dan strategis.

"Menurut saya itu yang harus dikedepankan, diprioritaskan. Bukan soal soal hal yang sifatnya simbolis seperti cadar dan celana jingkrang," ucap Amirsyah.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera tidak setuju dengan wacana pelarangan penggunaan cadar di instansi pemerintah.

Mardani menilai, penggunaan cadar merupakan ranah pribadi seseorang. Sehingga negara tak boleh melarang penggunaannya.

"Kalau saya menggarisbbawahi, penggunaan cadar ruang privat. Kalau ruang privat itu paling enak jangan terlalu diintervensi oleh negara," ujar Mardani Ali Sera, Jumat (1/11/2019).

Menurut Mardani, wacana pelarangan penggunaan cadar tidak akan menyelesaikan masalah penyebaran paham radikalisme di Indonesia.

"Saya menggarisbawahi cara terbaik melawan radikalisme itu ya dengan dialog dan literasi serta penegakkan hukum, bukan buat memperlebar dan memperluas frontnya gitu," jelas anggota DPR RI ini.

Wakil Ketua MPR

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Chaerul Umam)

Selain MUI dan PKS, Wakil Ketua MPR RI Zulkifli Hasan juga ikut berkomentar soal wacana pelarangan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah.

Menurut Zulkifli, cara berpakaian orang bukan hal penting atau substansi dari tupoksi Kementerian Agama.

"Saya kira banyak hal yang pelru dibahas. Kita lelah juga kalau ribut soal aturan simbol-simbol. Itu hak orang terserah orang mau pakai kaus, ada yg pakai sepatilu kets itu biasa aja. Itu bukan substansi," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

Pria yang akrab dipanggil Zulhas ini menilai, masih banyak persoalan yang seharusnya diurus oleh Fachrul Razi.

"Bagaimana kemenag itu bisa transparan atau terbuka, bagaiman guru-guru agama itu setara dengan guru-guru diknas atau negeri lainnya. Bayangkan, guru Tsanawiyah dengan guru SMP beda pendapatannya. Padahal sama-sama guru, sama-sama pegawai negeri, itu substansi, Kemenag arahnya mau seperti apa," kata Zulhas.

(Tribunnews.com/Whiesa/Ferdinand Waskita/Fransiskus Adhiyuda Prasetia/Srihandriatmo Malau/chaerul umam)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas