Sinyal Koalisi Jokowi-Ma'ruf yang Mulai Rapuh oleh Manuver Politik Dua Kaki Partai Nasdem
Partai Nasdem yang menjadi bagian dari koalisi pendukung pemerintah dianggap bermanuver dan berupaya membangun poros politik baru.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman, Rabu (30/10/2019), memberi sinyal koalisi parpol pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin mulai rapuh.
Dalam pertemuan yang digelar di Kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, keduanya sepakat untuk memperkuat sistem check and balance atau fungsi pengawasan terhadap pemerintah di DPR.
Partai Nasdem yang menjadi bagian dari koalisi pendukung pemerintah dianggap bermanuver dan berupaya membangun poros politik baru.
Sikap ini mendapat kritik dari salah satu mitra koalisinya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI-P).
Politik dua kaki
Wakil Sekjen PDI-P Arif Wibowo mengingatkan agar Nasdem tidak mempraktikan politik dua kaki dengan menjajaki kerja sama dengan PKS.
"Kami meminta kepada semua partai koalisi untuk taat asas, untuk menjaga sikap dan tindakan yang etis sebagai partai koalisi pemerintahan," ujar Arif saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
"Dengan demikian setiap partai koalisi pendukung pemerintah seharusnya tidak boleh (mempraktikan) politik dua kaki," kata dia.
Menurut Arif, semua parpol koalisi memiliki kewajiban untuk mengawal pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin supaya dapat berjalan dengan baik.
Dengan demikian, pemerintah mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjalankan pembangunan selama lima tahun ke depan.
"Sebagai partai utama koalisi pemerintahan kita tentu bermaksud mengingatkan pada semua partai yang selama ini sudah menyatakan komitmennya bekerja dengan baik untuk memenangkan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin," kata Arif.
Pada prinsipnya, kata Arif, setiap parpol memiliki hak untuk berkomunikasi dengan siapa saja, termasuk parpol yang berada di luar pemerintahan.
Namun demikian, seharusnya parpol pendukung pemerintah tidak lagi bermanuver untuk menaikkan posisi tawarnya dalam pemerintahan.
"Karena komitmennya pada visi presiden yang sama, dipahami dan disepakati sejak awal. Nah dengan demikian seharusnya sudah tidak ada lagi proses tawar-menawar."
"Namanya komitmen itu ada loyalitas dan kesetiaan," kata Arif.
Ia mengkritik kesepakatan antara Nasdem dan PKS terkait penguatan fungsi check and balance di DPR.
Menurut dia, fungsi check and balance seharusnya dijalankan oleh parpol yang berada di luar pemerintahan.
Poros koalisi baru
Sementara itu, Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menilai pertemuan antara Surya Paloh dan Sohibul Iman tidak bisa dilepaskan dari kontestasi Pilpres 2024.
"Tentunya ini kan terkait dengan 2024, ini sudah jelas 2024 itu siapa ke mana. langkah-langkah itu yang mungkin dilakukan oleh Pak Surya Paloh," ujar Lodewijk.
Meski pilpres baru akan digelar dalam lima tahun ke depan, ia menganggap wajar jika ada parpol yang mulai melakukan manuver politik sejak sekarang.
Menurut Lodewijk, komunikasi politik harus segera dibangun sebagai upaya awal penjajakan masing-masing partai.
"Ya masih jauh, tetapi namanya komunikasi politik itu mereka mungkin mulai melihat kira-kira link-nya ke mana, penjajakan gitu. saya pikir, kalau dalam politik itu wajar-wajar saja," kata dia.
Lodewijk memprediksi pertemuan antara Nasdem dan PKS akan memunculkan poros koalisi baru.
Munculnya poros koalisi baru terjadi karena Presiden Joko Widodo tidak dapat lagi diusung sebagai capres di 2024 karena telah menjabat selama dua periode.
Dengan demikian, parpol akan mulai mencari figur baru untuk dicalonkan. Tidak menutup kemungkinan parpol pendukung pemerintah akan berkoalisi dengan parpol yang berada di luar pemerintahan.
"Kita tinggal lihat berapa tahun ini (koalisi pendukung pemerintah) akan bertahan dan setelah itu, orang mulai melihat, mulai membayangkan koalisi-koalisi baru untuk tahun 2024," ucap Lodewijk.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa.
Ia mengaku tidak yakin dengan kesepakatan kedua partai tersebut untuk memperkuat fungsi check and balance di DPR.
Desmond justru menengarai pertemuan Paloh dan Sohibul menjadi langkah awal koalisi pada Pilpres 2024.
"Kesan koalisi ini antara Nasdem dan PKS kan muncul bukan di DPR, tapi untuk di 2024. Jadi pada politik 2024, bukan parlemen," ujar Desmond.
Menurut Desmond, Nasdem menyadari kemungkinan Gerindra akan berkoalisi dengan PDI-Perjuangan.
Karena itu, Nasdem berupaya untuk membangun koalisi dengan partai lain, salah satunya yakni PKS.
"Karena hari ini kelihatannya koalisi ke depan yaitu Gerindra dengan PDI-P. Mereka paham akan hal ini, lalu mereka bangun koalisi juga, Nasdem dengan PKS," kata Desmond.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Manuver Partai Nasdem, Politik Dua Kaki, dan Sinyal Koalisi Jokowi-Ma'ruf yang Mulai Rapuh...
Penulis : Kristian Erdianto