Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum: Sembilan Hakim MK Tidak Akan Tersinggung Jika Presiden Terbitkan Perppu KPK

Perppu merupakan kebijakan hukum yang berada di luar kewenangan Mahkamah Konstitusi.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Sanusi
zoom-in Pakar Hukum: Sembilan Hakim MK Tidak Akan Tersinggung Jika Presiden Terbitkan Perppu KPK
Tribunnews.com/ Rizal Bomatama
Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti yakin sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan tersinggung jika Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK.

Sebab, dikeluarkannya Perppu merupakan kebijakan hukum yang berada di luar kewenangan Mahkamah Konstitusi.

Bivitri Susanti.
Bivitri Susanti. (Danang Triatmojo/Tribunnews.com)

Ia juga menegaskan, Perppu terkait pembatalan terhadap Undang-Undang KPK Nomor 19/2019 dapa dikeluarkan kapan pun dan tidak tergantung dengan proses gugatan masyarakat yang saat ini tengah berlangsung di Mahakamah Konstitusi.

Baca: Kapolri Diberi Waktu Sebulan untuk Tuntaskan Kasus Novel, ICW: Janji Manis

Baca: Pakar Hukum: Jokowi Jangan Pilih Kader Parpol untuk Jadi Dewan Pengawas KPK

Baca: Hari Kedua di Bangkok, Presiden Jokowi Hadiri Pembukaan KTT ke-35 ASEAN

Contoh kongkretnya menurutnya ketika Perppu Ormas yang keluar lima tahun setelah Undang-Undang Ormas jadi Undang Undang.

Untuk itu, ia menilai argumentasi presiden yang tidak mengeluarkan Perppu karena ingin menunggu proses di Mahkamah Konstitusi, adalah keliru, menyesatkan, dan mengada-ada.

Hal itu diungkapkannya dalam diskusi di Kantor ICW Jakarta Selatan pada Minggu (3/11/2019).

"Apakah kemudian ada aspek sopan santun? Tidak juga. Saya yakin seribu persen, sembilan hakim MK tidak akan tersinggung kalau Perppu dikeluarkan. Karena sembilan hakim itu paham betul yang mau dikeluarkan itu, kalau Perppu adalah kebijakan hukum. Sementara MK berbicara soal inkonstitusionalitas dari pasal-pasal. Jadi mau jaga kesopanan apa?" kata Bivitri.

Berita Rekomendasi

Selain itu menurutnya pernyataan Jokowi tersebut adalah indikasi kuat bahwa Jokowi tidak mendukung pemberantasan korupsi.

Menurutnya hal itu juga tampak ketika Jokowi mengeluarkan surat presiden untuk membahas undang-undang KPK hasil revisi.

Padahal menurutnya, ketika ribuan guru besar dan dosen di seluruh kampus di Indonesia telah mengingatkan bahwa hal itu adalah keliru.

"Tapi ternyata dikeluarkan, jadi sudah jelas siapa sebenarnya yang mau KPK dilemahkan," kata Bivitri.

Tidak hanya itu, menurutnya, apabila Perppu tidak keluar, maka KPK akan menjadi lembaga pencegahan korupsi karena fungsi penindakannya telah dilucuti.

Ia menilai, jika KPK lemah pemberantasan korupsi akan terjun bebas dan indeks pemberantasan akan jeblok.

"Hal itu punya efek kongkrit pada investasi, pada ekonomi, kesejahteraan. Bayangkan betapa banyak alat kesehatan yang kita bisa dapat yang baik dengan standdar tinggi, tapi karena dikorupsi, turun. Kita dapat jalanan yang mungkin 10 tahun tidak akan rusak, dalam dua tahun rusak," kata Bivitri.

sebelumnya, Presiden Joko Widodo memastikan, tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mencabut Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi.

Presiden Jokowi beralasan, menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi.

"Kita melihat, masih ada proses uji materi di MK. Kita harus hargai proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain. Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," lanjut dia.

UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.

Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah.

Misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.

Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.

Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.

Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan, mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu KPK.

Hal itu disampaikan Jokowi usai aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK.

Namun, belakangan rencana penerbitan Perppu itu mendapat penolakan dari parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf.

Selanjutnya, setiap kali ditanya soal perkembangan Perppu, Jokowi selalu bungkam. Baru hari ini Jokowi memberi kepastian ia tidak akan menerbitkan Perppu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas