Peneliti ICW Sebut Pemerintah dan DPR Sponsori Pelemahan KPK
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut sikap Presiden Jokowi dalam upaya penyelamatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengecewakan masyarakat.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut sikap Presiden Jokowi dalam upaya penyelamatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengecewakan masyarakat.
Ia menyebut sikap Presiden Jokowi yang menolak menerbitkan Perppu karena menunggu hasil judicial review dari Mahkamah Konstitusi (MK) tidak tepat.
"Masyarakat pasti kecewa terhadap sikap presiden yang tidak jelas terkait penyelamatan KPK," ucapnya dikutip dari tayangan Kompas Malam dari Youtube Kompas TV, Minggu (3/11/2019).
Kurnia Ramadhana juga mengungkapkan sikap Presiden Jokowi yang menunggu keputusan MK terlebih dahulu sebelum menerbitkan Perppu dianggapnya tidak tepat.
"Beberapa waktu lalu presiden sempat menyebut akan mempertimbangkan Perppu. Dan argumentasi dari Presiden Jokowi yang menolak menerbitkan Perppu karena menunggu hasil judicial review kami pandang tidak tepat," ungkapnya.
Ia mengungkapkan pada dasarnya penerbitan perpu adalah hak subjektif presiden.
"Tidak ada satu pun pasal yang menyebut penerbitan Perppu harus menunggu judicial review," tambahnya.
Pelemahan KPK Disponsori Pemerintah dan DPR
Kurnia Ramadhana menyebut adanya peran pemerintah dan DPR dalam pelemahan KPK.
"Memang saat ini terlihat pelemahan KPK selama ini memang benar disponsori pemerintah dan DPR," ucapnya.
Ia mengungkapkan pihaknya sudah berulang kali mengingatkan bahwa ada persoalan serius dalam UU KPK.
"Ada persoalan serius dalam KPK, baik persoalan formil, substansi, bahkan KPK sendiri secara kelembagaan yang akan menjalankan undang-undang tersebut tidak dilibatkan," ungkapnya.
Kurnia Ramadhana menyampaikan masukan dari masyarakat tidak diindahkan oleh stake holder pembentuk undang-undang.
"Masukan-masukan masyarakat hanya dijadikan angin lalu saja oleh stake holder pembentuk undang-undang," ujarnya.
Diketahui, Presiden Jokowi akan menunjuk langsung dewan pengawas KPK.
Jokowi mengungkapkan tidak akan membentuk panitia seleksi (pansel).
"Untuk pertama kalinya tidak lewat pansel," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019) sore dikutip dari Kompas.com.
UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengatur ketua dan anggota dewan pengawas dipilih oleh Presiden melalui panitia seleksi.
Namun, ada pasal Pasal 69 A ayat (1) yang mengatur bahwa ketua dan anggota dewan pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik.
"Tapi percayalah yang terpilih nanti adalah beliau-beliau yang memiliki kredibilitas yang baik," ungkap Jokowi.
Jokowi mengaku saat ini ia sudah mendapat masukan-masukan terkait sosok yang akan ia pilih untuk duduk sebagai dewan pengawas KPK.
Pelantikan dewan pengawas nantinya akan berbarengan dengan pelantikan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang sudah terpilih.
Sementara itu terkait Perppu KPK, Jokowi mengungkapkan masih menunggu proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kita melihat bahwa masih ada proses uji materi di MK, kita harus menghargai proses seperti itu. Jangan ada orang yang masih berproses, kemudian ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain," ungkapnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jokowi Tunjuk Langsung Dewan Pengawas KPK, Tak Lewat Pansel"
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Ihsanuddin)