Pastikan Tak Terbitkan Perppu, Jokowi Banjir Kritikan
Banjir kritikan menerpa Presiden Joko Widodo setelah ia memastikan tidak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti U
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banjir kritikan menerpa Presiden Joko Widodo setelah ia memastikan tidak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK.
Langkah Presiden Joko Widodo yang memastikan tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau UU KPK hasil revisi disambut dengan kritikan.
Para pegiat antikorupsi menilai, keputusan Jokowi tersebut seolah menunjukkan bahwa Presiden Jokowi tidak mempunyai komitmen dalam pemberantasan korupsi karena UU KPK hasil revisi diyakini akan melemahkan KPK.
"Saya pikir jokowi memperjelas posisinya di mata publik, Jokowi telah memilih berada bersama partai-partai politik untuk merusak KPK," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari saat dihubungi Kompas.com, Jumat (1/11/2019).
Pendapat serupa juga dikemukakan pakar hukum tata negara Bivitri Susanti. Keputusan Jokowi itu dinilai menjadi indikasi kuat bahwa Jokowi tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Baca: Terdakwa Kasus Ancaman Penggal Jokowi Didakwa Pasal Makar
Baca: Membaca Politik Pragmatis Jokowi dan Politik Keumatan NU
Baca: Hadiri Jamuan Makan Siang KTT ASEAN, Jokowi Suarakan Isu Pengiriman Ilegal Sampah Berbahaya
Baca: Soal Kontroversi Perppu KPK, Relawan Jokowi: Tunggu Proses Hukum di MK
Menurut Bivitri, indikasi itu sebetulnya sudah terlihat ketika Jokowi membiarkan revisi UU KPK bergulir di DPR meskipun proses revisi itu telah dikritik habis-habisan oleh publik.
"Tapi ternyata kan dikeluarkan. Jadi sebenarnya sudah terlihat siapa yang mau melemahkan KPK. Yang disampaikan kemarin itu adalah indikasi kedua yang sebenarnya sudah mengonfirmasi saja di mana sebenarnya posisi Pak Jokowi," kata Bivitri, Miggu kemarin.
Bivitri meyakini bahwa dengan UU hasil revisi, KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi akan menjadi lemah. Kinerja KPK dinilainya akan lebih menonjol di bidang pencegahan.
"Pencegahan dalam beberap teori hukum itu kalau tidak ada penindakan sebenarnya efek jeranya tidak terjadi," kata dia.
Peneliti Transparency International Indonesia Agus Sarwono memprediksi indeks persepsi korupsi (IPK) dapat anjlok akibat melemahnya KPK.
Agus tidak yakin UU KPK hasil revisi akan mendongkrak kinerja penindakan KPK.
Sebab, kewenangan-kewenangan penindakan dinilai Agus sudah lemah lewat UU KPK hasil revisi tersebut. Iklim pemberantasan korupsi juga menjadi tidak baik.
"Kondisi pemberantasan korupsi sekarang tentu akan mengalami kemunduran. Bahwa saya cukup yakin indeks persepsi korupsi kita akan anjlok. Bisa aja mentoknya itu stagnan tahun ini, tapi tahun depan (IPK tahun 2020) bisa aja sangat mungkin anjlok," kata Agus. Pada 2016 dan 2017, skor IPK Indonesia adalah 37.
Kemudian, pada tahun 2018, naik satu poin menjadi 38. Ingkar Janji Keputusan Jokowi itu juga dinilai sebagai bentuk pengingkaran janji.
Pasalnya, Jokowi sempat menyatakan akan mempertinbangkan Perppu KPK menyusul gelombang unjuk rasa besar-besaran yang terjadi pada September 2019 lalu.