Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Celana Cingkrang, Dedi Mulyadi: Itu Bukan Budaya Arab, Malah Budaya Nusantara

Anggota DPR RI dan tokoh budaya Jawa Barat, Dedi Mulyadi berpendapat bahwa celana cingkrang bukanlah budaya Arab, melainkan budaya Nusantara.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Whiesa Daniswara

TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPR RI dan tokoh budaya Jawa Barat, Dedi Mulyadi kembali menjadi perhatian publik karena pendapatnya.

Mantan Bupati Purwakarta ini berpendapat bahwa celana cingkrang bukanlah budaya Arab, melainkan budaya Nusantara.

"Sebenarnya celana cingkrang itu bukan budaya Arab, malah budaya Nusantara. Orang-orang Sunda yang pergi ke sawah biasa menggunakan celana cingkrang, warna hitam. Itu yang disebut pangsi," ungkap Dedi, dilansir melalui Kompas.com.

Hal tersebut disampaikan Dedi berkaitan mengenai usulannya untuk diubahnya aturan seragam bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dedi meminta Mendagri, Menpan RB, dan Menag untuk menyesuaikan seragam ASN disesuaikan dengan budaya nusantara.

Dedi menilai selama ini ketentuan pakaian ASN dan pejabat DPR hingga DPRD merupakan warisan kolonial Belanda.

Dedi mencontohkan pakaian seragam harian (PSH) ASN tangan pendek yang berbahan wol atau biasa disebut jas tongki adalah pakaian yang biasa digunakan orang Belanda untuk berburu.

Berita Rekomendasi

Namun di Indonesia, pakaian ini dijadikan seragam formal untuk bekerja harian.

"Itu pakaian gaya Belanda yang biasa dipakai untuk berburu," kata dedi kepada Kompas.com, Senin (4/11/2019).

Selain warisan kolonial Belanda, lanjut Dedi, pakaian seperti itu tidak cocok untuk lingkungan Indonesia.

Dedi mengatakan, sangat penting pemerintah melalui tiga kementerian yang disebut untuk menghapus aturan tentang pakaian yang bernuansa kolonial Belanda.

"Selain itu, seragam ASN saat ini juga semi-militeristik dan warisan Orde Baru, sehingga harus dihapus dan diganti dengan baju khas nusantara," tegas mantan bupati Purwakarta dua periode ini.

Dedi menyebutkan, pemerintah mestinya mendorong semua ASN dan pejabat negara untuk memakai pakaian dengan basis budaya nusantara.

Maruf Amin (ketiga kiri), Dedi Mulyadi, dan Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata (kanan) di Pangandaran
Maruf Amin (ketiga kiri), Dedi Mulyadi, dan Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata (kanan) di Pangandaran (istimewa)

Namun, kata Dedi, bukan berarti mereka menggunakan baju adat.

Menurut Dedi, pakaian khas daerah bisa disesuaikan dengan mode atau fashion saat ini.

"Karena dalam hal ini yang terpenting adalah pakaian ASN tidak seragam di semua daerah. Bisa disesuikan dengan budaya di masing-masing daerah tetapi tetap fashionable (model mengikuti zaman)," tandas Dedi.

Dedi menyebutkan salah satu pejabat yang masih mempertahankan budaya nusantara dalam hal berpakaian adalah Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Ma'ruf Amin dalam acara apa pun, baik formal maupun informal, terbiasa mengenakan bawahan sarung.

"Pak Ma'ruf terus menggunakan kain sarung karena pakaian khas Indonesia. Itu formal. Sama dengan orang Arab pakai jubah. Raja-raja Arab datang ke sini pakai gamis atau jubah," kata Dedi.

Sempat Usulkan Jawa Barat dan Jakarta Bergabung

Selain usulan tentang pakaian ASN, Dedi Mulyadi pernah mengusulkan agar Jawa Barat digabung dengan Jakarta, menjadi Jabar Raya.

Dikutip dari Kompas.com, Dedi menyebutkan pada zaman dulu Jakarta itu masuk ke wilayah kerajaan Pajajaran.

Jakarta dikatakannya menjadi bagian penting pusat ekonomi kerjaan Pajajaran.

Menurutnya, pusat perdagangan Kerajaan Pajajaran itu berada di Sunda Kelapa yang kini menjadi Jakarta.

"Bukti otentiknya ada di prasasti perjanjian raja Pajajaran Prabu Siliwangi dan Portugis yang ada di museum Jakarta," ungkap Dedi.

Dedi mengatakan, kultur Jakarta juga menjadi bagian dari Jawa Barat.

Hampir sebagian warga Jawa Barat juga banyak bekerja di Jakarta.

Alasan lainnya penggabungan Jakarta dengan Jawa Barat adalah untuk mengakomodasi keinginan masyarakat Bekasi dan Depok untuk bergabung dengan Jakarta.

Diketahui Dedi Mulyadi lolos ke menjadi anggota DPR RI dengan predikat sebagai peraih suara terbanyak Partai Golkar.

Dikutip dari Kompas.com, Ia meraup suara sebanyak 206.621.

Suara yang didapatnya lebih banyak dari Hasan Basri (200.291), Teti Rohatiningsih (147.905), Alex Noerdin (145.622), dan Sarmuji (137.110).

Dedi maju melalui daerah pemilihan Jabar VII yakni Bekasi, Karawang, dan Purwakarta.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dedi Mulyadi: Seragam ASN Harus Diubah karena Itu Warisan Belanda untuk Berburu"

(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Farid Assifa/Putra Prima Perdana/Fitria Chusna Farisa)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas