Kisah Abu Bakar, Nelayan Penyuap Gubernur Kepulauan Riau
Abu Bakar adalah nelayan yang sehari-hari mencari nafkah di pesisir Tanjung Playu. Dia bekerja s untuk menghidupi istri, kedua anak dan ibunya
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Abu Bakar, terdakwa kasus suap pemberian izin prinsip pemanfaatan ruang laut dan lokasi proyek reklamasi di pesisir Tanjung Playu, Batam, mengungkapkan penyesalan telah melakukan tindak pidana.
Penyesalan tersebut disampaikan pada saat Abu Bakar menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Pria yang memakai baju kemeja berwarna biru dan celana berwarna hitam itu menangis dihadapan majelis hakim. Dia menyesal telah melakukan perbuatan yang membuatnya berhadapan dengan proses hukum tersebut.
"Saya menyesal," kata Abu Bakar, saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (8/11/2019) sore.
Abu Bakar adalah seorang nelayan yang sehari-hari mencari nafkah di pesisir Tanjung Playu. Dia bekerja sebagai nelayan untuk menghidupi istri, kedua orang anaknya, dan ibunya.
Dia mengungkapkan, sebagai nelayan mendapatkan penghasilan sekitar Rp 3-3,5 Juta. Untuk menambah penghasilan, pada waktu senggang, dia menawarkan, jasa membawa dan menemani orang memancing.
"Saya satu bulan itu melaut 15-20 hari. (Penghasilan,-red) Rp 3 juta sampai 3,5 juta. Yang 10 hari sampai 15 hari, saya membawa orang memancing. Memancing untuk tambah-tambah," kata dia.
Melihat kehidupan sehari-hari semakin sulit, dia berkeinginan, untuk berhenti melaut. Akhirnya, dia mendapatkan tawaran dari Johanes Kodrat, rekan sesama nelayan, untuk membantu pengusaha Kock Meng.
Baca: Datangnya Musim Penghujan Dinantikan Nelayan Gunungkidul, Ini Sebabnya
Abu Bakar mengungkapkan, Kock Meng membutuhkan bantuan untuk mengurus perizinan Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut. Nantinya, setelah mendapatkan perizinan itu, Kock Meng akan mendirikan Restaurant dan Penginapan di Tanjung Playu.
"Saya senang diajak kerja di darat. Jadi saya senang. Saya pikir untuk mengubah hidup cukup. Kerja tidak kena hujan tidak kena badai lagi, makanya saya semangat," ungkapnya.
Untuk mengurus izin itu, Abu Bakar berhubungan dengan Budy Hartono, selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau dan Edy Sofyan, selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.
Dia mengenal Budy Hartono dan Edy Sofyan setelah mereka melakukan kegiatan bersama-sama nelayan pada 2016 lalu. Abu Bakar menanyakan mengenai mekanisme proses pengajuan izin.
Pengajuan izin itu diajukan pada Oktober 2018. Namun, setelah beberapa bulan berlalu, izin tersebut tidak keluar. Ternyata untuk mengeluarkan izin, kata dia, Budy Hartono meminta uang puluhan juta rupiah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.