Dukung KPU, Perludem Uji Materi Pasal Napi Kasus Korupsi di UU Pilkada
Perludem menjadi salah satu pihak yang mengajukan uji materi terhadap UU Pilkada, terutama terkait mantan narapidana kasus korupsi yang akan mencalonk
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendukung Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di Pilkada 2020.
Bentuk dukungan itu ditunjukkan Perludem dengan mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Perludem menjadi salah satu pihak yang mengajukan uji materi terhadap UU Pilkada, terutama terkait mantan narapidana kasus korupsi yang akan mencalonkan diri jadi kepala daerah.
"Kami menguji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g UU 10/2016 soal pencalonan mantan napi. Kenapa langkah ini kami ambil? untuk mendapatkan kepastian hukum yang lebih ajeg dan bisa jadi pedoman semua pihak," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada Tribunnews.com, Selasa (12/11/2019).
Baca: Pengamat: Jokowi Harus Konsisten Jangan Seleksi Dewas KPK Sebelum Putusan MK
Sebab dia menjelaskan, selama ini para penentang pembatasan pencalonan mantan narapina korupsi selalu berlindung di balik Putusan MK mengenai Pilkada.
"Putusan MK yang membolehkan mantan narapidana untuk maju lagi di pilkada sepanjang sudah bebas murni dan bersikap jujur terbuka menyatakan bahwa dirinya adalah mantan narapidana," jelas Titi.
Titi menegaskan, Perludem merasa perlu menguji kembali konstitusionalitas Pasal ini mengingat ada beberapa fakta hukum terbaru. Kasus Bupati Kudus nonaktif Muhammad Tamzil, yang 2 kali terseret kasus hukum menjadi bukti.
Baca: Perludem: Kembalikan Pemilihan Kepala Daerah ke DPRD sebagai Langkah Mundur Demokrasi
"Mantan narapidana korupsi yang kembali mencalonkan diri dalam pilkada lalu dan terpilih kembali. Setelah terpilih terkena perkara korupsi, alias OTT KPK, seperti M. Tamzil, di Kudus," jelasnya.
Dengan fakta empirik ini Perludem yakin MK akan mengubah pendiriannya soal pencalonan mantan narapidana di Pilkada.
"Setidaknya ada ruang yang lebih memproteksi pemilih untuk tidak terlalu memberi karpet merah bagi pencalonan mantan narapidana pelaku kejahatan berat," tegasnya.
Sebelumnya, Putusan MK Nomor 4/PUU-VII/2009 menyebutkan bahwa ada jeda waktu 5 tahun bagi napi kasus korupsi sebelum dapat mencalonkan diri.
Baca: Mahfud MD Pastikan Seleksi Dewan Pengawas KPK Tetap Jalan Meski Uji Materi UU KPK Berlangsung di MK
Hal ini kemudian membuat Undang-Undang Pilkada pada 2015, yaitu UU Nomor 8 Tahun 2015 menetapkan adanya masa jeda 5 tahun bagi napi kasus korupsi.
Akan tetapi, MK kemudian membatalkan aturan dalam Pasal 7 huruf g UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang mengatur masa jeda bagi napi kasus korupsi.
Putusan ini tercantum dalam Putusan MK Nomor 42 Tahun 2015. Putusan itu kemudian menjadi dasar Pasal 7 Ayat 2 Huruf g dalam UU Pilkada, yang memberikan izin bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk maju kembali menjadi calon kepala daerah tanpa jeda waktu.