Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Meutya Hafid: Hormati Senior

perempuan kelahiran Bandung tersebut telah dipilih untuk menjadi Ketua Komisi I DPR RI.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Meutya Hafid: Hormati Senior
Tribunnews/JEPRIMA
Meutya Viada Hafid. 

Mulailah saya bicara bahwa kami dari Indonesia. Indonesia itu negara yang sangat menjunjung dan menghormati Irak. Kami menentang masuknya Amerika ke Irak.

Bahkan mahasiswa-mahasiswa kami banyak yang mendukung Anda gitu. Anda itu artinya rakyat Irak. Nggak mempan juga sih.

Tapi setidaknya saya merasa diperlakukan lebih baik daripada sandera yang lain.

Karena saya dulu kan sebagai penyiar, jurnalis, juga sering melaporkan wartawan-wartawan yang disandera. Saya lihat ketika ada yang divideoin, ditayangkan di televisi (wartawan yang disandera) posisinya merunduk di bawah.

Nah waktu itu kan posisi saya berdiri, tegak. Tetap ada senjata di kiri, kanan, tapi paling tidak sedikit lebih manusiawi, diberi makan. Jadi kalau mau dibilang dalam kondisi penyanderaan ya saya rasa itu sudah cukup baik.

Tentu ketika disandera ada didorong dengan senjata, dipaksa, dan lain-lain. Tapi setelah itu saya cuma bersyukur bahwa saya bisa kembali selamat ke Indonesia dan bisa tetap bekerja sampai sekarang.

Apa yang terlintas dalam benak Anda saat diculik

Berita Rekomendasi

Pikiran pertama sih mati ya. Ingat almarhum ayah. Jangan-jangan dipanggil nih sama ayah suruh nyusul. Kaki rasanya nggak menginjak tanah.

Ya pertama mereka besar-besar secara postur tubuh dan berbeda jauh, saya tidak terlalu besar.

Mereka punya senjata laras panjang, membawa kita ke gurun, yang kalau kita nggak punya senjata kita juga nggak bisa lari. Karena kita juga nggak tahu, melawan juga nggak bisa.

Baca: Cerita Meutya Hafid Saat Disandera di Irak: Sempat Terpikir Mati dan Ingat Almarhum Ayah

Waktu itu mikirnya sudahlah, ikhlas. Ikhlas karena nggak bisa melawan, bukan karena soleha juga. Mau gimana lagi jadi ikhlas saja.

Tapi ikhlas itu datang saya justru jadi lebih tenang. Ketika saya tenang baru mulai jalan tuh pikirannya, ini bisa negosiasi kali ya.

Negosiasi terus berlanjut

Kamu (pria dalam kelompok bersenjata yang menculik Meutya) lihat tsunami nggak? Kebetulan saya lihat tsunami. Kamu kalau lihat tsunami nggak kasihan? Kamu mau minta apa? Kamu mau minta tebusan?

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas