Wawan Bantah Harta Kekayaannya Diperoleh Berkat Bantuan Ratu Atut
Wawan membantah kesuksesan sebagai pengusaha berkat bantuan dari kakak kandungnya yang merupakan mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Komisaris Utama PT Balipasific Pragama (BPP), membantah kesuksesan sebagai pengusaha berkat bantuan dari kakak kandungnya yang merupakan mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
"Itu kan tidak ada kaitannya dengan Ibu Atut," kata Wawan, ditemui setelah persidangan beragenda pembacaan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (14/11/2019) malam.
Dia mengaku sudah terlebih dahulu berkecimpung di bidang bisnis dibandingkan dengan kakaknya menjadi Gubernur Banten. Dia mengklaim sudah mengerjakan sejumlah proyek di daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan kementerian/lembaga sejak era 1990-an.
"Saya itu pengusaha dari tahun 1995. Provinsi Banten baru terbentuk pada 2000. Saya punya perusahaan Balipasific itu tahun 1996. Jadi, jauh hari sebelum Ibu Atut menjadi gubernur, saya sudah menjadi pengusaha," kata dia.
Untuk mendapatkan proyek, dia menegaskan, sudah mengikuti semua prosedur yang ditetapkan. Dia menegaskan tidak mempengaruhi para pemangku kebijakan suatu lembaga.
"Kan tidak bisa misalnya mempengaruhi gubernur atau pak menteri PU (Pekerjaan Umum,-red). Iya, saya akui memang ada proyek-proyek yang saya kerjakan dari APBD Banten, tetapi kan itu sesuai prosedur. Itu nanti saya akan buktikan," ujarnya.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum Wawan, TB Sukatma mengatakan KPK tidak pernah melihat secara objektif keberhasilan Wawan sebagai pengusaha. Dia menuding, KPK membesar-besarkan perkara yang menjerat Wawan.
"Belum lagi KPK membesar-besarkan perkara ini untuk menarik perhatian media sehingga menjadi headline, terdakwa melakukan pencucian uang lebih dari Rp 500 miliar. Keberhasilan, terdakwa dalam menjalankan bisnis ini tidak pernah dilihat oleh KPK secara objektif," ungkapnya.
Dia mengungkapkan, Wawan melalui perusahaan PT Balipacific Pragama yang fokus pada bidang konstruksi telah mengerjakan proyek sejak tahun 1995. Hal itu sebelum pemekaran Provinsi Banten dan Ratu Atut menjadi Gubernur Banten.
Dia menjelaskan, PT Balipacific Pragama telah mengerjakan proyek-proyek besar yang sumber pendanaannya berasal dari luar APBD. PT BPP bahkan telah mengerjakan proyek dari PT Krakatau Steel dan Pertamina.
Soal pencucian uang Rp 500 miliar, dia menyebut perhitungan itu tidak mempertimbangkan utang-utang Wawan yang masih berjalan dengan berbagai bank dan supplier. Bahkan, sambung Sukatma, penyitaan yang dilakukan oleh KPK justru berdampak kepada bertambahnya utang Wawan.
Dia mencontohkan, penyitaan terhadap mobil Nissan yang statusnya masih leasing. Dimana Wawan mendapatkan Somasi dari PT Bank CIMB Niaga Tbk dengan tagihan yang melonjak dari semula senilai Rp 958.805.197 menjadi Rp 3.838.693.320.
"Walaupun aset-aset yang masih dalam posisi belum lunas dimaksud dalam status disita oleh KPK, namun Terdakwa ternyata masih harus dibebani dengan cicilan-cicilan kredit atau pelunasan yang bunga kreditnya semakin lama semakin bertambah," tambahnya.