Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pelaku Terorisme Banyak dari Usia 21-30 Tahun, Benarkah Anak Muda Mudah Dipengaruhi? Ini Jawabannya

Benarkah anak muda udah dipengaruhi dengan paham-paham radikal? Berikut jawab dari Kepala UPT Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Malang

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Ifa Nabila
zoom-in Pelaku Terorisme Banyak dari Usia 21-30 Tahun, Benarkah Anak Muda Mudah Dipengaruhi? Ini Jawabannya
Kompas TV - Wikipedia
Pelaku bom bunuh diri di Medan dan Abu Bakr al-Baghdadi 

TRIBUNNEWS.COM - Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2017, pelaku terorisme paling banyak berasal dari kalangan anak muda.

Menurut data tersebut, sebanyak 11,8 % pelaku terorisme berumur di bawah 21 tahun.

Selanjutnya, sebanyak 47,3 % pelaku terorisme berumur antara 21-30 tahun.

Sedangkan pelaku terorisme berumur antar 31- 40 tahun sebanyak 29,1 %.

Sisanya, sebanyak 11,8 pelaku terorisme berumur di atas 40 tahun.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2017
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2017

Melihat kasus yang terbaru bom bunuh diri di Markas Komando (Mako) Polrestabes Medan, Rabu (13/11/2019) juga dilakukan dilakukan oleh pemuda berinisial RMN.

Diketahui pelaku masih berusia 24 tahun dan masih berstatus sebagai seorang mahasiswa.

Berita Rekomendasi

Berdasarkan fakta-fakta di atas, benarkah anak muda gampang dipengaruhi, dan kemudian diarahkan untuk melakukan tindakan menyimpan, termasuk terorisme?

Baca: Pemprov Bali Buka 653 Formasi CPNS 2019, Simak Syarat Pendaftaran dan Ketentuan Pelaksanaan Seleksi

Untuk menjawab pertanyaan ini, Tribunnews.com menghubungi Kepala UPT Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Hudaniah, S.Psi., M.Si.

Menurut Hudaniah, pada usia 21-30 tahun manusia memasuki fase dewasa awal hingga dewasa madya.

Dalam fase ini seseorang mulai menetapkan harapan tentang kehidupan sosial di masyarakat.

"Fase ini juga manusia berada dalam puncak produktivitasnya, "ujar Hudaniah lewat sambungan telepon, Sabtu (16/11/2019).

Sedangkan untuk keadaan psikologis orang dalam usia tersebut berbeda-beda.

Kondisi berbeda ini dipengaruhi oleh hal-hal yang dialami seorang individu sejak dilahirkan dini hingga sekarang.

"Hasil keadaan psikologis seseorang dewasa tidak lepas dari bagaimana proses yang dia lewati dari proses-proses sebelumnya," jelasnya.

Hudaniah mengatakan jika ingin bicara keadaan psikologis seseorang, termasuk pelaku bom bunuh diri tidak bisa hanya membidik atau melihat saat dia menjadi pelaku saja.

Menurut Dosen Fakultas Psikologi UMM ini, tidak secara tiba-tiba orang mau menjadi seorang teroris.

Baca: Live Streaming TV Online PSMS Medan vs Persita Tangerang di Perempat Final Liga 2 2019, Tonton di HP

Pribadi yang mudah pengaruhi

Sosok Pelaku Bom Bunuh Diri Polrestabes Medan Terekam CCTV, Pakai Jaket Ojol dan Bawa Ransel. Pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan
Sosok Pelaku Bom Bunuh Diri Polrestabes Medan Terekam CCTV, Pakai Jaket Ojol dan Bawa Ransel. Pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan (Grup WA Jurnalis)

Hudaniah menjelaskan, jika ingin melihat kondisi psikologis seorang individu, termasuk pelaku terorisme bisa dilihat dari awal tahap perkembangan anak.

Menurutnya anak yang dibentuk dengan self concept baik, akan memiliki penilaian positif terhadap dirinya sendiri.

Anak ini akan memiliki kemampuan untuk menyeleksi informasi- informasi yang diterima dirinya.

"Dia akan lebih selektif, dia akan merespon seperti apa, dan sebagai mestinya" lanjut Hudaniah.

Sebaliknya, jika seorang anak diasuh dengan pola yang salah akan membentuk kepribadian yang salah pula.

Kondisi inipun bisa diperparah dengan keadaan keluarga yang tidak harmonis.

Atau tipe orangtua pendiam yang tidak memberikan feedback kepada anak, atau orangtua yang cenderung membiarkan anak saja.

Baca: Selvi Ananda Bersama La Lembah Manah Pulang dari RS, Dijemput Kahiyang Ayu dan Sedah Mira

"Semua itu akan membuat anak gelisah dan binggung dan tidak tahu harus bagaimana," kata Hudaniah.

Kondisi ini akan dibawa seorang anak hingga dia dewasa.

"Sehingga saat dewasa mereka tidak bisa mengevaluasi secara kritis informasi-infomasi yang diterima," lanjutnya.

Menurut Hudaniah, tipe anak yang tidak memiliki self concept yang baik akan rentan dipengaruhi dipengaruhi oleh orang lain ketika mereka sudah dewasa.

"Masuklah situasi-situasi sosial yang tidak sehat, yang membuat orang memungkinkan melakukan hal menyimpang, termasuk terorisme ," tutup Hudaniah

Selain karena tidak memiliki self concept yang baik, tipe kepribadian yang otoritatif juga memiliki peluang untuk mudah dipengaruhi oleh orang lain di sekitarnya. 

Sehingga orang tersebut dapat diarahkan atau dikendalikan untuk melakukan perilaku menyimpang, termasuk tindak terorisme.

"Orang yang mudah menerima informasi dan menerima mentah mentah tanpa diolah," tutup Hudaniah.

Baca: BIN Butuhkan 721 Formasi CPNS 2019, Lulusan D3 Bisa Ikut Daftar

Komentar Pengamat Intelijen

Pengamat Intelijen dan Keamanan UI, Stanislaus Riyanta
Pengamat Intelijen dan Keamanan UI, Stanislaus Riyanta (Tangkap layar channel YouTube Najwa Shihab)

Pengamat Intelijen dan Keamanan UI, Stanislaus Riyanti menjelasakan terjadi pergeseran metode yang dilakukan oleh pimpinan teroris dalam melakukan perekrutan anggota baru.

Ia menyebut, jika kelompok lama seperti Al-Qaeda melakukan pencarian anggota baru dengan bertatap muka langsung, kemudian akan dilatih sehingga siap melakukan aksi.

Ini sangat berbeda di era sekarang ini, menurut Stanislaus perkembangan sosial media yang ada membuat penyebarakan konten-konten radikal sangat mudah ditemui. 

"Sekarang radikalisme sangat cepat terjadi karena menggunakan media sosial," ujar Stanislaus saat diundang dalam acara acara Mata Najwa, Rabu (13/11/2019) lalu.

Lanjut Stanislaus, kelompok-kelompok radikal saat ini menebar jaring menggunakan konten radikal di media sosial.

Kemudian mereka akan menunggu individu-individu yang mulai tertarik dengan konten tersebut.

Baca: Tata Cara Pendaftaran dan Pelaksanaan Ujian Seleksi CPNS 2019 Pemerintah Kota Bogor

"Kelompok teroris melemparkan konten-kontennya dalam media sosial secara mereka acak," kata Stanislaus 

"Ketika ada anak muda yang merespon, akan memberikan respon balik oleh penebar konten," lanjutnya.

Menurut Stanislaus, perkembangan dunia maya yang pesat menjadi penyebab kenaikan secara signifikan radikalisme di kalangan anak muda.

Stanislaus menilai tidak adanya langkah serius dari pemerintah dalam mecegah tersebaranya konten radikal di media sosial. 

"Kita blokir satu muncul seribu, sangat mudah mucul," tegasnya.

Adanya ketidak pedulian dari orangtua dalam pengawasan kepada anak ketika mengkonsumsi informasi di media sosial juga memperparah kondisi ini.

"Orangtua juga tidak peduli, sangat cepat tersebarnya,"

"Ketika anaknya jadi teroris, orangtua akan kaget, biasanya seperi itu," tutup Stanislaus. 

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas