Tito Bantah Usulkan Pilkada Tidak Langsung
Dalam kesempatan tersebut Tito mengklarifikasi pernyataannya yang menyebut bahwa Pilkada akan dikembalikan ke DPRD.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menggelar rapat kerja dengan DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (18/11/2019).
Dalam kesempatan tersebut Tito mengklarifikasi pernyataannya yang menyebut bahwa Pilkada akan dikembalikan ke DPRD.
Menurut Tito ia hanya menyarankan adanya evaluasi penyelenggaraan Pilkada.
"Nah yang kita lihat ada dampak positif, ada dampak negatif dari Pilkada langsung. Sehingga usulan yang saya sampaikan adalah, bukan untuk kembali ke A atau ke B, tetapi adakan evaluasi," kata Tito.
Baca: Pengamat Politik Dukung Rencana Menteri Tito Evaluasi Pilkada Langsung
Menurut Tito wacana evalausi tidak terlepas dari adanya dampak negatif dari penyelenggaraan Pilkada secara langsung. Mulai dari polarisasi masyarakathingga politik biaya tinggi.
Spirit awal Pilkada langsung yakni untuk melibatkan partisipasi publik serta membuka peluang calon independen maju dalam Pilkada, ternyata memiliki ekses yang tidak kecil.
"Yang tadi udah disampaikan potensi konflik misalnya, itu jelas. Saya sendiri sebagai mantan Kapolri, mantan Kapolda itu melihat langsung, misalnya di Papua 2012 saya menjadi Kapolda disana, Kabupaten Puncak itu 4 tahun tertunda Pilkadanya karena konflik perang suku," kata Tito.
Baca: Opsi-opsi Evaluasi Pilkada dari DPR
Mantan Kapolri tersebut tidak menampik bahwa semua Pilkada pasti berpotemsi konflik. Karena setiap adanya perbedaan, pasti ada konflik. Namun polarisasi yang timbul akibat Pilkada cukup tinggi.
"Polarisasi Pilkada membuat masyarakat terbelah. Tapi dalam bahasa saya adalah polarisasi yang dilegalisasi, legal," kata Tito.
Belum lagi menurut Tito, Pilkada langsung memakan biaya yang cukup tinggi. Mulai dari anggaran negara yang digunakan untuk memobilasi masyarakat ke bilik suara. Serta biaya yang dikeluarkan calon kepala daerah untuk alat peraga kampanye dan uang saksi yang bisa mencapai Rp 30 miliar.
"Sementara kalau lihat pemasukan dari gaji dan lainnya (kepala daerah) ternyata Rp 200 juta masuk kali 12 (bulan) lalu kali 5 tahun, 12 miliar ,mana mau dia tekor," pungkas Tito.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.