MK Gelar Sidang Uji Materi UU KPK, Pemerintah dan DPR Beri Keterangan
Hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
Berdasarkan pemantauan pada Selasa (19/11/2019) ini, sidang dipimpin Anwar Usman, yang juga ketua MK. Sidang itu dihadiri sembilan hakim konstitusi.
Perkara yang disidangkan yaitu perkara 59/PUU-XVII/2019 yang diajukan Sholikhah, S.H., Agus Cholik, S.H., Wiwin Taswin, S.H., dkk.
Perkara ini sudah melalui tahapan pemeriksaan pendahuluan dan perbaikan permohonan.
Baca: Putra Yasonna Laoly Penuhi Panggilan KPK, Diperiksa sebagai Saksi Dugaan Kasus Suap
Baca: Usut Kasus Korupsi di Waskita Karya, KPK Akan Telisik Peran Desi Arryani
Sidang pada Selasa ini mendengarkan keterangan dari pihak DPR RI dan pemerintah.
Kuasa Hukum pihak DPR RI, Arteria Dahlan, mengatakan pengesahan UU KPK hasil revisi sudah sesuai prosedur.
"(Rapat paripurna) Awal 289 (anggota DPR RI). Sudah memenuhi kuorum. Ini tanda tangan basah semua. Nanti bisa dilihat. Kalau butuhkan bisa kirimkan semua (kepada MK,-red)" kata Arteria, saat memberikan keterangan dihadapan sidang uji materi, di ruang sidang MK lantai 2, pada Selasa (19/11/2019).
Setelah Arteria selesai memberikan keterangan, kali ini giliran pihak pemerintah. Agus Haryadi, Koordinator Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM RI Bidang Hubungan Antar Lembaga, Agus hariadi, memberikan penjelasan.
"Keterangan lisan dan tertulis kesatuan utuh dan tidak terpisahkan formil dan materiil," kata Agus Haryadi.
Dia menilai legal standing dari para pemohon tidak jelas.
"Legal standing tidak jelas. Yang mana dimaksud hak konstitusonal dirugikan. Pemohon tidak dapat menguraikan kerugian yang dilandaskan pada legal standing," tambahnya.
Sebelumnya, sebanyak 25 orang advokat mengajukan uji (UU KPK) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sidang perkara Nomor 59/PUU-XVII/2019 digelar di ruang sidang pleno, gedung MK, pada Senin (14/10/2019).
Wiwin Taswin, selaku salah satu pemohon mendalilkan Pasal 21 ayat (1) huruf a UU KPK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 20 UUD 1945.
Menurut para pemohon, pengesahan UU KPK oleh DPR tidak sesuai semangat Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelekanggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan sama sekali tak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi.
Oleh karena itu, kata dia, perubahan UU KPK tersebut tidak sesuai upaya pembersihan korupsi dalam penyelenggaraan bernegara.
Selain itu, para pemohon menilai perubahan UU KPK mengalami cacat formil dalam pembentukan dan pengambilan keputusan oleh DPR dalam pembentukan tidak memenuhi syarat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.