Anggota Pengajian di Sulawesi Barat Bayar Rp 300.000 untuk Melihat Tuhan Lewat Cahaya
Sebuah kelompok pengajian di Kabupaten Mamuju dilaporkan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena diduga melakukan penyimpangan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, MAMUJU - Sebuah kelompok pengajian di Kabupaten Mamuju dilaporkan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena diduga melakukan penyimpangan.
Anggota jemaah pengajian dijanjikan bisa melihat Tuhan secara langsung dengan membayar biaya Rp 300.000 hingga Rp 700.000.
Selain itu pengajian tersebut mengajarkan bahwa pengikutnya bisa melihat Tuhan melalui cahaya.
Hingga saat ini ada tiga warga yang telah melaporkan keberadaan kelompok pengajian tersebut ke MUI Kabupaten Mamuju.
Baca: Soal Kasus Dugaan Sukmawati Nistakan Agama, MUI Imbau Tak Lakukan Hal yang Timbulkan Anarkisme
Baca: Janjikan Bertemu Tuhan Lewat Cahaya, Mantan Kades Ini Bantah Ajarkan Aliran Sesat
Hal tersebut disampaikan Namru Asdar Ketua MUI Kabupaten Mamuju saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (19/11/2019).
“Yang melaporkan warga, tapi MUI belum meminta keterangan dari semua pihak baik pengikutnya maupun koordinatornya,” kata Namru Asdar.
Ia mengatakan pengikut kelompok pengajian tersebut mencapai 100 orang yang tersebar di sejumlah kecamatan di Kabupaten Mamuju.
Mereka menggelar pengajian rutin dari satu rumah ke rumah lainnya.
Namru Asdar mengatakan pihaknya sudah menyampaikan keberadaan kelompok pengajian tersebut ke Polda Sulawesi Barat.
Pihak kepolisian juga telah meminta Kemenag untuk melakukan pembinaan kepada pengikut kelompok pengajian tersebut.
Menurut Namru Asdar, hingga saat ini pihaknya dan juga polisi masih belum meminta keterangan dari pimpinan kelompok pengajian yang diduga menyimpang tersebut.
Ia menyebut kelompok tersebut melakukan salat seperti biasa, namun para jemaah tidak harus menyebut nama Allah saat beribadah.
Penjelasan polisi
Sebelumnya diberitakan Tribun Timur, Direktur Intelkam Polda Sulbar Kombes Heri Susanto membenarkan adanya perkumpulan yang diduga menganut paham sesat di Mamuju.
Kombes Heri mengaku mendapat mendapat laporan dari sejumlah masyarakat bahwa perkumpulan yang dimaksud mengajarkan paham yang diduga sesat.
"Pendalam belum terkait ajaran itu belum kami lakukan. Tapi kami dapat laporan dari masyarakat. Kita konfirmasi ke MUI bahwa ada ajaran salat dua kali dan lain sebagainya," ungkapnya.
Kata dia, pihaknya menyampaikan ke Kemenag Mamuju untuk dibantu mewaspadai supaya tidak ada aliran menyimpang.
Bahkan Kombes Heri mengaku sudah mengirim surat kepada Kantor Kemenag Mamuju mengenai masalah ini, untuk antisipasi agar ajaran yang diduga sesat ini tidak meluas.
"Kita sudah bersama Kemenag Kabupaten agar ajaran ini tidak tersebar. Sekadar warning saja, supaya tidak terpengaruh paham melenceng dari ajaran islam selama ini," ucapnya.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Mamuju, Syamsuhri membenarkan adanya surat dari Polda Sulbar mengenai hal tersebut. Meski demikian dia belum ingin berbicara banyak.
Dari informasi yang dihimpun Tribun, Kantor Kemenag Mamuju mengawasi gerak-gerik kelompok tersebut. Pimpunan ajaran itu diketahui dari Kalimantan.
Para pengikut dipungut sejumlah uang antara Rp 650-700 ribu. Setelah penamatan para pengikut dijanji akan diperlihatkan cahaya yang disebut Tuhan.
Pimpinan aliran sesat yang meresahkan di Mamuju diketahui bernama Rasyid asal Kabupaten Bontang, Kalimantan Timur.
Pengikutnya di Mamuju diperkirakan sudah mencapai 70 orang lebih.
Hasil penyelidikan yang dilakukan Polda Sulbar, Rasyid baru dua kali melakukan kajian di Mamuju yakni September 2018 dan Januari 2019.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Mamuju, KH Namru Abdar mengakui ajaran yang tidak punya nama ini sudah berlangsung bertahun-tahun.
Ia mengungkapkan hal itu bermula dari laporan warga Desa Karampuang adanya aktifitas pengajian yang menyimpang.
"Saya menganggap ajaran yang disampaikan banyak yang tidak sesuai ajaran islam. Misalnya ketika salat tidak boleh menyebut kata Allah,"ujarnya.
Bagi mereka pengikut ajaran itu, kata dia, siapa yang melakukan itu dianggap kafir atau musyrik. Apabila junub, juga tidak perlu mandi wajib dengan alasan air mani itu sifatnya suci.
"Tidak perlu salat berjamaah di masjid. Tuhan bisa diliat lewat cahaya, ketika mata dipejamkan,"jelasnya Namru Asdar di kantor Kemenag Mamuju.
Ajaran menyimpang lainnya, lanjut Namru yakni, ketika salat tidak perlu ada bacaan-bacaannya.
Dari situ ia berkesimpulan ajaran itu diduga kuat sesat.
Nambru mengaku MUI Mamuju juga sudah menginterogasi beberapa mantan pengikut aliran ini dan menemukan ada indikasi oknum yang mengambil keuntungan dibalik ajaran ini.
"Karena ternyata jemaah yang direkrut ketika ingin mendapat ilmu harus membayar semacam mahar, bervariasi, ada laporan Rp300 ribu, ada Rp500 ribu,"ucapnya.
Dikatakan, ajaran ini juga sudah memiliki khalifah (pembantu guru) di Mamuju untuk rutin melakukan kajian dari rumah ke rumah pengikut.
"Ada tiga titik dalam kota yang sudah kita deteksi sebagai tempat rutin pengajian. Daerah Korongana, Belakang SMPN 2 Mamuju, dan di Jl Andi Depu," ungkapnya.
"Kita juga sudah tindak lanjuti dengan berkordinasi tokoh masyarakat agat tidak membiarkan adanya kajian dari ajaran ini,"sambungnya.
MUI juga tetap gencar melakukan sosialisasi kriteria aliran menyimpang. Jika salah satu masuk kriteria maka harus diwaspadai. Apalagi ada yang sifatnya tidak umum.
"Misalnya salat lima waktu, tuhan tidak bisa dilihat di dunia. Junub harus mandi wajib, karena hadas besar. Kalau ada pendapat lain maka harus diwaspadai. Bukan kita mau menghalangi mereka ikut pengajian, tetapi jangan sampai mereka salah arah,"katanya.
MUI juga sudah berkordinasi dengan pihak penegak hukum. Namun, baru sebatas imbauan untuk dibina. Sementara untuk penindakan masih menunggu sikap dari Tim Pengawasan Terhadap Aliran Sesat dan Aliran Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem) yang dikomandoi oleh Kejaksaan Negeri Mamuju.
"Sudah sempat kami bicarakan, kita tunggu bagaimana responsnya Pakem," katanya.
Kepala Kemenag Mamuju, Syamsuhri Halim memastikan aliran yang saat ini heboh di Mamuju dipastikan sesat. Karena tidak sesuai dengan ketentuan dan memiliki amaliah yang berbeda dari ajaran Islam sehingga dikatakan menyimpang.
"Sebuah aliran menyimpang dari ketentuan. Ajaran pokoknya adalah Islam, tetapi dia menyimpang dari pokok ajaran islam, baik secara Rububiyyah dan Uluhiyyah," katanya.
Syamsuri juga menyebutkan itu ajaran aliran itu mencoba memberikan tafsiran tentang tuhan secara materil. Dalam bentuk penjelasan terukur. Padahal kata dia, bicara tentang tuhan kita bicara tentang inmateril, tentang keyakinan.
"Tidak bisa diukur, terukur kan berarti berada di antara ruang waktu. Kita hanya mengatakan tuhan itu ada karena yakin dengan penjelasan kitab suci,"tuturnya.
Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Sulawesi Barat, Nur Salim Ismail mendesak semua pihak terkait segera mengambil sikap. Sebab sudah mengarah pada kondisi yang meresahkan warga.
"Sebaiknya tim Pakem segera mengambil tindakan. Tentu dengan prosedur yang berlaku. Tugas Kemenag dan MUI memanggil untuk klarifikasi, karus kita dorong agar tetap dialogis,"tutur Nur Salim Ismail.
SUMBER: Tribun Timur/KOMPAS.com (Penulis: Junaedi | Editor : Aprillia Ika)