Kata BPIP, Munculnya Sikap Intoleran Karena Tak Biasa Berpikir Reflektif
"Kondisi fauna dan flora kita juga sudah berbeda. Manusianya pum berbeda. Kalau ini, kita perlakukan sama, ya tidak bisa," ujarnya
Penulis: Reza Deni
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) membahas soal kemunculan sikap intoleran di tengah masyarakat yang majemuk.
"Orang yang wawasannya tidak luas dan tidak biasa berpikir reflektif, itu mudah terkena penyakit intoleran," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPIP Prof Hariyono, saat Pembekalan Materi Pendidikan dan Pelatihan Pembinaan Ideologi Pancasila Bagi Penceramah, Pengajar, dan Pemerhati, di Hotel Borobudur, di Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Baca: BPIP Ajak Masyarakat Kota Contoh Gotong Royong Warga Desa Desa
Kelompok yang cenderung intoleran, kata Hariyono adalah yang tidak menghargai atau tidak menaruh rasa hormat terhadap perbedaaan antara dirinya atau keyakinannya dan orang lain.
"Kondisi fauna dan flora kita juga sudah berbeda. Manusianya pum berbeda. Kalau ini, kita perlakukan sama, ya tidak bisa," ujarnya.
Maka itulah, Hariyono menilai orang yang intoleran bertentangan dengan ajaran nabi, yang mana sejak awal telah mengakui adanya perbedaan.
"Justru dari perbedaan itulah kita bisa menaruh rasa hormat dan bisa saling belajar dengan orang yang berbeda, serta kelompok yang berbeda dengan tim kita. Tapi itu dibutuhkan proses pendewasaan," katanya.
Baca: BPIP Dorong Berdirinya Klinik Pancasila di Lembaga Pemasyarakatan
Haryono menjelaskan, mereka yang menghormati adanya perbedan akan bersama-sama dan bergotong-royong menyelesaikan masalah yang mereka hadapi bersama.
"Problem riil yang ada di masyarakat kita di kampung-kampung itu kan bukan yang turun dari langit. Tetapi, problem yang muncul dalam kehidupan sehari-hari sehingga cara menghadapinya, ya, dengan aktivitas keseharian kita," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.