Teten Masduki: Beruntung Anak-anak Saya belum Ngerti Duit
Jangan korupsi itu sebenarnya ada dua hal yang harus kita jaga. Pertama, peluang korupsi di saat perencanaan program dan anggaran.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Tugas berat harus diemban Teten Masduki (56) ketika mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), pada 23 Oktober 2019 lalu.
Mantan Kepala Staf Presiden tersebut mendapat misi memperkuat ekonomi rakyat melalui koperasi dan UKM untuk mempersempit gap (kesenjangan) antarkelompok masyarakat.
"Ketimpangan di bidang ekonomi itu sekarang ini cukup terasa di mana‑mana. Jadi, transformasi ekonomi itu perlu dilakukan supaya struktur ekonomi tidak dikuasai oleh segelintir orang, tapi bagaimana masyarakat ikut menikmati," ujar Teten dalam wawancara eksklusif dengan tim Tribun Network dipimpin Regional Newspaper Director, Febby Mahendra Putra, di Kantor Kementerian Koperasi-UKM, Jakarta, Senin (19/11/2019) lalu.
Menurutnya, manakala gap ekonomi tidak bisa dipersempit, bakal membahayakan kondisi politik Indonesia ke depan. Apalagi pada saat ini di Indonesia tengah terjadi defisit neraca perdagangan akibat lebih banyak impor daripada ekspor. "Koperasi dan UKM di Indonesia baru menyumbang 15 persen terhadap ekspor barang dan jasa.
Berikut petikan wawancara dengan Teten Masduki;
Bagaimana awal mula Anda dipercaya Presiden Jokowi untuk mengisi posisi Menteri Koperasi-UKM?
Akhirnya kami (Presiden Joko Widodo dan Teten) menyepakati saya berada di posisi ini (Menteri Koperasi-UKM). Sekarang ekonomi dunia sedang melesu, berdampak pada perekonomian nasional.
Nah, koperasi dan UKM kini menjadi andalan. Share (sumbangsih) UKM ke perekonomian nasional cukup besar. Produk domestik bruto (PDB) kita itu 60,34 persen dari UKM.
Baca: Cara Teten Masduki Ajak Milenial Cinta Koperasi
Penyerapan tenaga kerjanya itu mencapai 97 persen. Namun kontribusi UKM terhadap ekspor pada saat baru mencapai 15 persen di Indonesia. Vietnam 17 persen, Filipina 25 persen, Malaysia 28 persen, Thailand 35 persen, India 40 persen, Jepang 53 persen, Jerman 56 persen, dan Korea Selatan itu 60 persen.
Baca: Mengenal Sosok Jokowi Lewat Teten Masduki
China lebih besar lagi, 70 persen. Jadi tidak salah begitu kalau pengarusutamaan kebijakan ekonomi ke depan harus pada UMKM, karena punya potensi. Masalah krusialnya, UKM Indonesia tidak masuk dalam supply chain (rantai pemasok industri), apalagi dalam global supply chain.
Dalam rapat kabinet pertama, Presiden Jokowi memerintahkan agar para menteri tidak korupsi. Bagaimana cara Anda sebagai pegiat antikorupsi mencegahnya di kementerian Anda?
Waktu rapat paripurna pertama, Pak Presiden memang menyebut jangan korupsi. Yang lain, Pak Jokowi memerintahkan agar menyederhanakan proses. Jangan korupsi itu sebenarnya ada dua hal yang harus kita jaga. Pertama, peluang korupsi di saat perencanaan program dan anggaran.
Saya menyebutnya, korupsi di perencanaan itu state capture. Kalau ingin merampok uang negara yang paling besar itu adalah pada saat perencanaan. Di arahkan untuk kepentingan sendiri atau grup. Itu state capture.
Yang kedua, korupsi dalam implementasi anggaran dan kebijakan. Biasanya dalam bentuk penyunatan, mark up (penggelembungan dana). Beruntung, saya tidak ada konflik kepentingan dengan masalah itu.
Saya bukan orang yang punya bisnis. Anak-anak saya juga belum ngerti duit. Anak saya kalau tidak ditawarin, tidak minta duit. Masih kecil‑kecil.
Baca: Pisang Goreng Madu Bu Nanik Butuh 12 Tahun Ekspansi Keluar Daerah
Saya selalu pisahkan antara urusan privat dan publik. Keluarga saya tahu itu. Keluarga saya dari desa semua, jadi tidak pusing saya. Saya akan jaga betul jangan ada konflik kepentingan.
Bagaimana Anda menyikapi manuver oknum di parlemen yang minta jatah proyek di Kementerian Koperasi-UKM?
Ya itu seni politiknya ya. Saya kira kawan-kawan di parlemen tahu lah anggaran di Kementerian Koperasi-UKM ini minimalis betul. Lebih banyak untuk training. Soal proyek fisik di anggaran 2019/2020 hanya revitalisasi pasar, itupun dilakukan pemerintah daerah. Praktis tidak ada yang besar.
Aman lah. Kan semut akan mengerubungi gula. Tenang saja. Memang beberapa waktu lalu Pak Presiden bilang agar tahun depan anggaran dibesar karena kami mau fokus di UKM.
Baca: Teten Masduki: Trading House Hingga Daya Saing Produksi Agar UMKM Bergairah
Namun saya bilang, "Pak, sebelum menaikkan anggaran kita lihat dulu kemampuan pengelolaan di birokrasi kami." Kalau minta besar, tapi kemampuan pengelolaan belum bisa optimal itu bahaya. Bisa banyak penyimpangan.
Apakah Anda mendapat pesan khusus dari Presiden Jokowi ketika mendapat tugas sebagai Menteri Koperasi-UKM?
Pesan politiknya itu kalau ekonomi rakyat ini tidak diperkuat saat ini, bisa membahayakan politik Indonesia ke depan. Bukan berarti gap ekonomi dipersempit dengan cara yang gede (besar) ditarik ke bawah, yang kecil ditarik ke atas. Tidak bisa begitu.
Kita juga butuh yang gede (pengusaha besar) bisa terus berkembang. Bahkan Pak Jokowi menghendaki mereka juga masuk ke pasar luar negeri. Investasi di luar negeri dan lain sebagainya.
Kami ingin ada kemitraan usaha besar dan kecil, sehingga maju bersama‑sama. Satu bentuk kemitraan itu berupa trading house, tempat yang bisa menjembatani antara pasar global dengan produk‑produk UKM.
Di tengah perdagangan era ekonomi digital sekarang ini pasar dalam negeri kan diserbu barang impor. Nah kalau produk UKM kita ini tidak disiapkan untuk punya daya saing dengan produk‑produk impor, menurut saya berat bagi ekonomi kita. Jadi ini harus di-redesain ulang kebijakan kita, terhadap UKM itu.