Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Politik Adi Prayitno Sebut Pemilihan Ketua Umum Secara Aklamasi Bukan Kultur Golkar

Pengamat Politik Adi Prayitno mengatakan pemilihan Ketua Umum secara aklamasi bukanlah kultur dalam partai Golkar.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pengamat Politik Adi Prayitno Sebut Pemilihan Ketua Umum Secara Aklamasi Bukan Kultur Golkar
Tribunnews.com/ Lusius Genik
Pengamat Politik Adi Prayitno di Jenggala Center, Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2019). 

Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Adi Prayitno mengatakan pemilihan Ketua Umum secara aklamasi bukanlah kultur dalam partai Golkar.

Adi Prayitno mengatakan, Golkar sebenarnya telah menjelma menjadi partai modern dan transformatif karena di level elite selalu terjadi perubahan.

Dalam Munas Golkar sendiri sebenarnya nyaris tidak ada seorang Ketua Umum yang bisa menjabat dua periode.

Baca: Bamsoet Tegaskan Belum Ada Bahasan Soal Penambahan Periode Presiden di Pimpinan MPR

"Tidak ada cerita di Golkar Munas itu aklamasi, itu bukan Golkar. Sehingga ketika ada isu yang mengatakan Pak Bamsoet atau ada kandidat lain yang akan maju, itu justru disambut meriah sebagai bagian pesta demokrasi dalam internal Partai Golkar," ujar Adi Prayitno di Jenggala Center, Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2019).

Baginya yang dialami Golkar menunjukkan satu dinamika politik yang tidak biasa terutama jika dibandingkan dengan partai politik lain.

Baca: BREAKING NEWS: Bamsoet Deklarasikan Maju Sebagai Calon Ketua Umum Golkar

"Banyak parpol yang sami'na wa atho'na' orangnya itu-itu saja, ketua umumnya itu-itu aja. Kalau semua partai itu munasnya atau kongresnya hanya formalitas ketuk palu, tentu tidak ada gunanya juga bikin partai, karena orangnya itu-itu aja," ujarnya.

BERITA REKOMENDASI

Selain itu, menurutnya, Golkar layak disebut partai modern karena tidak pernah menggantungkan nasibnya pada satu simbol politik tertentu.

Baca: Alasan Soksi Jagokan Bamsoet, Prihatin dengan Kaderisasi Golkar Saat Ini

Bahkan, Golkar sendiri tidak pernah menggantungkan masa depan politiknya pada ketua Umum.

"Partai seperti Golkar itu kekuatan politiknya terletak pada anatomi struktur kekuatan politik yang terletak pada simbol-simbol tokoh yang begitu banyak," kata dia.

Bamsoet Deklarasikan Maju Sebagai Calon Ketua Umum Golkar

Politikus Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendeklarasikan maju dalam pemilihan ketua umum Golkar yang akan digelar pada 4-6 Desember 2019.


Deklarasi atau penegasan maju dalam Pemilihan Ketua Umum Golkar tersebut ia sampaikan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (22/11/2019).

"Dengan didasari kecintaan terhadap partai Golkar, dengan mengucapkan bismillah, saya Bambang Soesatyo menyatakan siap menjalankan perintah untuk mengikuti konstetasi Pemilihan Ketua Umum Golkar 2019-2024," kata Bamsoet.

Baca: Pengamat: Munas Golkar Harus Beri Ruang Kemunculan Rising Star

Dalam deklarasi tersebut, Bamsoet yang mengenakan batik motif kuning lengan panjang turut didampingi sejumlah tim suksesnya.

Di antaranya yakni Ahmad Noor Supit, Robert Kardinal, Nusron Wahid, dan lainnya.

Bamsoet mengatakan bahwa dirinya maju dalam pencalonan Ketua Umum Golkar karena mendapat desakan dari kader Golkar.

Baca: Ray Rangkuti Nilai Pemilihan Ketua Umum Golkar Akan Pengaruhi Kuatnya Wacana Amandemen UUD 1945

Menurut Bamsoet para kader mendesak adanya perubahan di tubuh partai.

"Beberapa bulan ini saya banyak menerima dan mendengar ratusan aspirasi dari kader partai di daerah-daerah, mereka menginginkan adanya perubahan dalam partai Golkar. Mereka mendesak untuk dilakukannya transformasi dan penyelamatan di tubuh partai Golkar," katanya.

Saat ini menurut Bamsoet partai Golkar dihadapkan pada sejumlah masalah.

Baca: 2 PNS Pembobol Bank DKI Masih Terima Gaji

Salah satunya menurunnya jumlah suara partai yang berdampak pada penurunan jumlah kursi di DPR.

Ia mengatakan partai Golkar mengalami penurunan perolehan kursi yang signifikan dalam empat periode Pemilu terakhir.

"Partai Golkar terhitung lebih dari 43 kursi dari semula 128 kursi pada 2004 menjadi hanya 85 kursi pada Pileg 2019. Ironisnya penambahan jumlah pemilih pada pemilu 2019 yang seharusnya berdampak positif bagi Golkar justru terjadi sebaliknya, Golkar kehilangan lebih dari satu juta suara," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas