Mantan Komisioner KPU: Pilkada Asimetris Dapat Diterapkan di Papua
Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menilai sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara asimetris dapat diterapkan di wilayah Papua.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menilai sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara asimetris dapat diterapkan di wilayah Papua.
Pilkada asimetris merupakan sistem yang memungkinkan adanya perbedaan pelaksanaan mekanisme Pilkada antar daerah.
Menurut Hadar, cara ini dapat diterapkan di Papua karena menggunakan sistem noken.
"Ada istilah asimetris yang terus diangkat kalau saya mungkin, kalau itu yang mau diambil saya kira Pilkada mungkin yang di Papua. Terutama di Papua yang masih menggunakan sistem noken," ujar Hadar di kawasan Matraman, Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Baca: Humphrey Djemat Ungkap Ada Calon Menteri yang Diminta Harus Setor Rp 500 Miliar Untuk Partai Politik
Sistem noken merupakan cara pemberian suara melalui perwakilan suku.
Menurut Hadar, cara ini dapat dikombinasikan dengan sistem pemilihan melalui DPRD.
Hadar juga melihat ada permainan politik pada sistem ini.
Sehingga menurutnya dapat dievaluasi dengan sistem pemilihan melalui DPRD.
Baca: Rekam Jejak Gatot Eddy Pramono, Kapolda Metro Jaya yang Namanya Mencuat Jadi Kabareskrim
"Kalau ini mau terus kita kembangkan karena di Papua itu yang noken. Itu kita terus merasa ada persoalan juga apalagi sistem itu agak bertumpuk dengan tidak murni. Dia melalui mekanisme kekhasan disana tapi juga bertumpu kepada permainan politik di sana," ucap Hadar.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tengah mengkaji opsi atas evaluasi pemilihan kepala daerah atau Pilkada langsung.
Opsi-opsi yang disebut Tito antara lain; tetap dilakukan Pilkada langsung dengan meminimalisasi efek negatifnya, Pilkada kembali ke DPRD, atau Pilkada asimetris.
Tak setuju kepala daerah dipilih DPRD
Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, mengaku tidak setuju dengan wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah menjadi tidak langsung atau dipilih DPRD.
Wacana perubahan sistem Pilkada dihembuskan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.
Menurut mantan Kapolri tersebut, biaya politik yang tinggi pada sistem Pilkada langsung membuat kepala daerah banyak yang melakukan korupsi.
Menanggapi hal tersebut, Hadar Nafis Gumay menilai biaya politik pada sistem Pilkada tidak langsung pun cukup tinggi.
Baca: Eks Kapolsek Kebayoran Baru yang Terjerat Kasus Narkoba Pernah Ditegur Foto Bareng Vitalia Sesha
"Melalui DPRD banyak masalah dan salah satunya yang diangkat adalah biaya politik tinggi. Di DPRD bukan tidak ada biaya, persoalan uang disana besar," ujar Hadar Nafis Gumay di kawasan Matraman, Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Menurut peneliti senior Netgrit ini, jika kepala daerah ditunjuk DPRD, maka orientasi kerjanya tidak bertanggungjawab kepada rakyat.
Sehingga permainan politik uang antara kepala daerah dan DPRD bisa saja terjadi.
"Akan menjadi arena permainan politik, permainan uang, kalau tidak akan dijatuhkan. Jadi banyak masalah," kata Hadar Nafis Gumay.
Hadar Nafis Gumay menuturkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD berpotensi tidak dikehendaki rakyat.
Baca: Ganjar Pranowo: Jika Kepala Daerah Dipilih Lagi oleh DPRD, Kita seperti Tak Pernah Belajar
Menurutnya rakyat dapat melakukan perlawanan jika calon yang dipilih tidak sesuai kemauan mereka.
"Di DPRD itu bukan tidak ada persoalan politiknya, misalnya yang dipilih DPRD tidak dikehendaki oleh masyarakat, protes kekecewaan dan demo," kata Hadar Nafis Gumay.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.