Penerapan SNI Untuk Hortikultura Impor Dipertanyakan
Kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) yang akan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk komoditas hortikultura impor dipertanyakan.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) yang akan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk komoditas hortikultura impor dipertanyakan. Kebijakan ini bisa merugikan komoditas lokal yang akan diekspor, karena harus diterapkan SNI juga.
"Kementan jangan asal bikin sesuatu yang justru nantinya berakibat buruk terhadap negara ini," kata Anggota Komisi IV DPR RI Riezky Aprilia dalam rilisn yang diterima Parlementaria, Jumat (22/11/2019). Bila kebijakan itu diterapkan, mungkin komoditas manggis, salak, dan mangga lokal yang akan diekspor wajib ber-SNI pula.
Menurut Kiki, sapaan akrab Riezky Aprilia, penerapan SNI pada produk hortikultura lokal akan berdampak pada para pedagang buah di pasar-pasar tradisional. Para pedagang itu mungkin akan bertanya-tanya, apakah kebijakan ini menyasar buah-buahan di pasar tradisional. Ini akan membuat pedagang tak nyaman bila tak diberi penjelasan lengkap. Bahkan, para petani juga merasa terbebani bila ada tambahan biaya penerapan SNI.
Legislator dapil Sumatera Selatan I ini berharap, Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan sektor pertanian di dalam negeri. Namun, di sisi lain tak harus bersikap anti-impor. Diakui Kiki, pasar dalam negeri masih membutuhkan komoditas impor untuk mengisi kekurangan kebutuhan komoditas hortikultura.
“Selama ini antara kebutuhan dengan yang tersedia masih jauh. Untuk itu kita harus mengakui masih butuh impor. Tapi, sekarang malah ada usulan yang aneh-aneh, seperti harus SNI dan barang impor yang masuk ke Indonesia harus menggunakan penerjemah yang disumpah," kilahnya bertanya- tanya. Ia sendiri sudah menghubungi Dirjen Hortikultura untuk mendapatkan jawaban atas kebijakan ini. Namun, hingga kini belum ada jawaban.