Kepulauan Sangihe dan Kerajaan Bawah Lautnya
Pantai dan keindahan bawah lautnya mendatangkan potensi ekonomi untuk warga setempat seperti Pantai Pananuareng, gunung api bawah laut.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, SANGIHE - Minggu pagi, saya bersama videografer Deden Iman Wauntara mengendarai sepeda motor matik warna abu-abu. Deden membonceng saya, lengkap dengan peralatannya yang seabrek. Kami meminjam sepeda motor itu dari Michal Sklenar. Dia adalah pria berkebangsan Republik Ceko yang menikahi perempuan setempat bernama Nariba Pasalia. Keduanya merupakan pemilik Hatarua Homestay di Lenganeng di dekat Puncak Pusunge.
Puncak Pusunge berada di ketinggian sekitar 433 meter dari permukaan laut. Untuk menuju ke sana, kita menempuh perjalanan kendaraan dengan sedikit berkelok dan mendaki sekitar 25 menit.
Dari Puncak Pusunge, kita bisa menyaksikan Teluk Tahuna dan jejeran rumah yang tak beraturan. Kemegahan Gunung Awu seolah ingin menceritakan siapa sejatinya yang penguasa alam ini.
Namun, jika ingin melihatnya lebih utuh dan sempurna, sebaiknya singgah pada pagi hari. Sedikit terlambat, puncak gunung sudah ditutupi awan. Jika ingin menikmati sunset dan sunrise di sinilah tempatnya. Saat malam hari, kerlap-kerlip cahaya Kota Tahuna sangat memukau. Saat malam hari, jangan lupa memakai jaket tebal. Dinginnya luar biasa.
Dari ketinggian kami melihat seeokor raptor yang sedang bermain-main di angkasa. Sayangnya, kemampuan lensa saya dan Deden tak bisa menjangkaunya. Beberapa raptor lainnya makin tinggi mengangkasa dan hilang menembus awan.
Raptor-raptor itu menangkasa di atas Puncak Pusunge, yang pernah menjadi tempat favorit bagi para paraglaider ataupun pecinta olahraga ekstrem. Namun, belakangan sudah tidak ada lagi karena izin dari pemilik lahan tidak diperpanjang.
Sangihe memiliki surga bawah lautnya, yang tak kalah memukau dengan Bunaken. Kepulauan ini juga menjadi salah satu lokasi utama jalur masuk burung-burung migran dari Jepang dan Semenanjung Korea.
Majalah National Geographic Indonesia, edisi Maret 2018 pernah menulis tentang perkara ini. Ketika musim gugur tiba di Tiongkok, Francesco Germi dan koleganya mencatat 230.214 ekor elang alam cina yang singgah di Sangihe pada 2007.
Mereka adalah para pegembara angkasa yang menempuh perjalanan panjang dan bahaya. Perubahan cuaca dan menipisnya makanan di daerah asal telah memicu burung-burung untuk meruaya ke kawasan khatulistiwa.
Terdapat tiga kelempok burung yang beruaya ke Nusantara: burung daratan, burung air, dan burung pemangsa. Mereka terbang dari utara katulistiwa pada September-April. Kawanan lain datang dari selatan khatulistiwa pada April September. Setelah lima sampai enam bulan, mereka kembali pulang untuk berkembang biak ketika musim panas tiba di negeri asal.
Kabupaten Kepulauan Sangihe, secara administrasi ibu kota kabupatennya berada di Tahuna. Inilah salah satu kabupaten terluar yang ada di Provinsi Sulawesi Utara, selain Miangas. Tepatnya berada dikawasan kepulauan diujung utara yang berbatasan langsung dengan perairan Pulau Mindao, Filipina.
Selain memiliki budaya yang masih terjaga, Sangihe juga memiliki 105 pulau, 26 pulau berpenghuni dan 79 pulau tak berpenghuni. Pulau ini memiliki potensi wisata bawah laut maupun di daratan.
Saya bertemu pelaku pariwisata di Sangihe, Nariba Pasalia, yang juga pemilik Hatarua Homestay. Tiga hari sebelum meninggalkan Kepulauan Sangihe, saya bersama Josua Marunduh dan Deden Iman Wauntara menginap di tempatnya. Sebelum kami menginap disana, ada turis dari Swis lebih dahulu bermalam selama beberapa hari.
Iba panggilan akrab Nariba Pasalia, banyak bercerita tentang budaya hingga potensi wisata yang dimiliki Sangihe. Lokasi homestay miliknya sangat mendukung untuk berbincang. Bisa-bisa kita lupa waktu karena mengobrol. Rumah ini berhadapan langsung dengan Gunung Awu.