Sejak Awal Zico Sudah Duga Permohonan Uji Materi UU KPK Bakal Ditolak MK
Menurutnya kesalahan objek permohonan terjadi karena MK memajukan jadwal sidang pendahuluan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Pemohon Uji Materi Undang-Undang KPK, Zico Leonard sudah menduga permohonan mereka akan ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami sudah menduga ini akan terjadi," kata Zico ditemui usai pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
Menurutnya kesalahan objek permohonan terjadi karena MK memajukan jadwal sidang pendahuluan.
Jadwal perbaikan permohonan yang semula tanggal 23 Oktober 2019, dimajukan ke 14 Oktober 2019. Padahal penomoran Undang-Undang KPK terbaru diberikan pada 17 Oktober 2019.
"Bagaimana mungkin kami bisa dapat nomor sementara sidang dimajukan," ucap dia.
Kemudian pihak Pemohon dan panitera MK bersepakat masa perbaikan permohonan tanggal 14 Oktober namun sidang pendahuluan dilakukan pada 21 Oktober 2019.
Baca: Berikan Uang Rp 15 M untuk Perkara di MK, Hakim: Duit Saudara Banyak ya!
Soal nomor UU KPK yang belum dicantumkan Pemohon, pihak panitera MK kata Zico, membolehkan mereka mengoreksi nomor di dalam sidang.
Tapi kenyataannya MK tidak menerima perbaikan pada tanggal 21 Oktober, dan memutus permohonan pihaknya salah objek.
"Ternyata apa yang terjadi, MK tidak menerima. Salah objek katanya," tutur dia.
Zico juga menjelaskan kronologi bagaimana pihaknya mencatut nomor 16 untuk UU KPK terbaru.
Mulanya para Pemohon mempelajari dokumen hukum yang ada di Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) milik pemerintah. Di sana tercantum penomoran UU paling terakhir tertulis nomor 15.
Kemudian mereka memprediksi penomoran untuk UU KPK akan jatuh pada urutan nomor 16. Tapi ternyata, pada 17 Oktober 2019 pemerintah menerbitkan UU Nomor 19 Tahun 2019 Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Baca: Tsani Annafari Mundur Karena UU Baru Tak ada Penasihat KPK
"Ya sudah kami tuliskan dulu nomor 16, tahu-tahu dinomori pemerontah nomor 19," ucap dia.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak menerima permohonan perkara nomor 57/PUU-XVII/2019 soal uji materi Undang-Undang KPK. Majelis hakim konstitusi menyatakan objek permohonan Pemohon, salah objek atau error in objecto.
"Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima," putus Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/11/2019) siang.
Majelis hakim menimbang permohonan yang dimohonkan oleh Muhammad Raditio Jati Utomo, Deddy Rizaldy Arwin Gommo dkk, dan memberi kuasa ke Zico Leonard Djagardo Simanjuntak telah keliru mencantumkan objek permohonan.
Baca: Laode M Syarif Ungkap KPK Belum Dapat Informasi soal Alasan Jokowi Beri Grasi Annas Maamun
Para Pemohon mencantumkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dalam posita dan petitumnya. Padahal Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ialah UU Nomor 19 Tahun 2019.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang dimaksud para Pemohon merupakan Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang disebut oleh para Pemohon dalam posita dan petitumnya sebagai Undang-Undang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah tidak benar," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
"Karena Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang menurut para Pemohon adalah Undang-Undang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK merupakan permohonan yang salah objek atau error in objecto," imbuh Enny.
Baca: MK Tolak Uji Materi UU KPK, Permohonan Dianggap Salah Alamat
Berkenaan dengan permohonan para Pemohon terkait Pasal 29 angka 9, Pasal 30 ayat 13, dan Pasal 31 dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, mahkamah berpendapat hal itu masih berkaitan dengan pengujian formil permohonan yang salah objek.
Sehingga sebagai konsekuensi yuridisnya, permohonan a quo tidak lagi punya relevansi untuk dipertimbangkan lebih lanjut.
Lebih lagi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
Sehingga bila para Pemohon hendak mengajukan pengujian pasal-pasal a quo, harusnya Pemohon mengaitkannya dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
Baca: Hari Ini, MK Gelar Sidang Gugatan Uji Materi Terkait Pembatalan Pengesahan Revisi UU KPK
"Sebab kedua undang-undang tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan demikian pokok permohonan yang berkaitan dengan norma pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut," ucap Enny.
"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas oleh karena permohonan para Pemohon salah objek atau error in objecto, maka permohonan para Pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut," jelas dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.