AkbarTanjung: Pemilihan Ketum Golkar Berlangsung Demokratis
Dia menceritakan pengalaman berhasil terpilih sebagai ketua umum Partai Golkar periode 1998-2004.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Politisi senior Partai Golkar, Akbar Tanjung, mengatakan pemilihan ketua umum Partai Golkar sejak era reformasi berlangsung secara demokratis.
“Pemilihan (ketua umum Golkar,-red) dilakukan secara terbuka dan demokratis. Kontestasi secara langsung melalui mekanisme pemungutan suara,” kata Akbar Tanjung, saat melakukan sesi wawancara khusus dengan Tribun Network, di kediamannya, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2019).
Dia menceritakan pengalaman berhasil terpilih sebagai ketua umum Partai Golkar periode 1998-2004.
Pada saat itu, dia mengalahkan Edi Sudrajat, mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan.
“Kontestasi Golkar sudah diawali waktu saya terpilih menjadi Ketua Umum Golkar pada era reformasi Juli 1998,” ujarnya.
Baca: Akbar Tandjung: Beri Kesempatan Kader Terbaik Golkar Calonkan Diri Sebagai Ketua Umum
Setelah memimpin di periode pertama, mantan Ketua DPR RI itu mencalonkan diri di periode kedua.
Namun, kali ini, dia kalah bersaing dengan Jusuf Kalla, yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden.
“Saya menerima kenyataan itu, karena biasa kontestasi kan ada yang menang dan kalah. Saya kalah tidak apa-apa. Saya ikhlas, dia (Jusuf Kalla,-red) melanjutkan kepemimpinan,” tuturnya.
Dia menilai kalah-menang pada saat pemilihan ketua umum itu merupakan hal biasa.
“Dalam konteks organisasi politik, menurut saya biasa ada persaingan untuk mendapatkan jabatan atau posisi di organisasi. Tentu itu diatur melalui mekanisme organisasi yang sudah menjadi kesepakatan dari partai,” ujarnya.
Sebelum era reformasi, dia mengungkapkan, pemilihan Ketua Umum Partai Golkar berdasarkan hasil kesepakatan antara ABRI, Birokrasi, dan Golkar (ABG).
Baca: Bamsoet Minta Restu PBNU Maju Sebagai Caketum Golkar
ABG merupakan suatu istilah untuk menyebut unsur dalam proses dan struktur pemerintahan di Indonesia pada masa orde baru.
“Untuk menetapkan siapa menjadi ketua umum itu biasanya kesepakatan daripada tiga jalur dari Golkar pada waktu itu. Itu koordinasi tiga jalur di bawah dewan pembina yang tidak lain Pak Harto (Soeharto,-red)” tambahnya.