Permohonan Uji Formil UU KPK Atas Nama Pribadi Dinilai Tak Etis, Laode: Biar Masyarakat yang Nilai
Perlawanan terkahir yang dilakukan oleh KPK dinilai tidak etis oleh beberapa pihak, Laoede mengatakan biar masyarakat yang menilai.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Perlawanan terkahir yang dilakukan oleh tiga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Laode Muhammad Syarif dan Saut Situmorang, itu dinilai tidak etis oleh beberapa pihak.
Hal ini terkait langkah tiga pimpinan yang mengajukan permohonan uji formil Undang-Undang KPK yang baru ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas nama pribadi.
Menanggapi hal itu, Laoede M Syarif mengatakan terkait ketidaketisannya itu terserah penilaian masyarakat.
"Kalau soal etis dan tidak etis itu, biar terserah masyarakat saja yang menilai," ujar Laode yang dilansir dari kanal YouTube Kompas TV Jumat (29/11/2019).
Namun menurut wakil ketua KPK menyebut ketidaketisan ini sebenarnya tidak berada pada perlawanan terkahir KPK, melainkan terjadi dalam proses revisi Undang - Undang KPK.
Laode menyinggung terkait tidak dilibatkannya para pemimpin KPK saat proses tersebut.
"Mengapa tidak etis? masak yang akan direvisi UU KPK tapi tak ada satupun yang dikonsultasikan ataupun selembar surat yang dikonsultasikan kepada KPK," ujar Laode.
"Misalnya ini, kami mau mengubah UU kepolisisan atau kejaksaan tanpa ngomong dengan polisi atau kejaksaan ini baru," imbuhnya.
"Jadi kalau ngomong etis atau tidak etis yang memulai ketidaketisan itu bukan dari kami," tampahnya.
Laode juga menyinggung terkait hasil UU KPK yang tidak sesuai dengan harapan pimpinan maupun pegawai KPK.
"Karena kami tidak dikonsultasikan saat proses revisi UU KPK, sehingga banyak hasilnya yang tidak sesuai harapan kami," ujarnya.
"Jadi Pak Alex (Wakil Ketua KPK) mengatakan ini seperti menjahit baju tapi tidak diukur," tambahnya.
Laode mengaku sebenarnya tak hanya para pimpinan KPK yan keberatan akan hasil tersebut.
Para pegawai KPK awalnya juga akan mengajukan Judicial Review (JR) ke MK.
"Daripada seribuan orang melakukan JR rame - rame sebagai terlambang untuk ketidak setejuan mereka atas isi UU KPK yang baru itu, maka lebih bagus kita bertiga aja untuk mewakili sebagaian besar insan KPK," imbuhnya.
Saat disinggung terkait dua pimpinan KPK yang lain, Laode mengaku kalau Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Basaria Panjaitan juga telah menyetujui untuk mengajukan gugatan UU KPK ke MK.
"Waktu itu kami komunikasikan bersama Pak Alex, tapi cukuplah bertiga, tapi beliau berdua menyetujui itu," ujar Laode.
Dikutip dari Kompas.com tiga pimpinan KPK telah mengajukan mengajukan uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 ke MK pada Rabu (20/11/2019) lalu.
Mereka berpendapat UU KPK hasil revisi ini dinilai memiliki kecacatan baik dari segi formil maupun segi materiil.
Dalam segi formil terdapat beberapa hal yang tidak dilakukan dalam proses revisi UU KPK.
Pertama, UU KPK tidak termasuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Kedua, prosesnya terlihat sangat buru - buru dan tertutup.
Bahkan dalam proses tersebut masyarakat dan pimpinan KPK tidak dimintai pendapat.
Ketiga, Laode mengaku tidak pernah diperlihatkan terkait naskah akademiknya.
Sementara dalam segi materiil nya, dalam UU KPK baru ini terdapat beberapa pasal yang saling bertentangan.
Selain itu terdapat kesalahan ketik juga didalamnya.
"Memang kelihatan sekali UU ini dibuat secara terburu-buru, sehingga kesalahannya juga banyak," ujar Laode.
Di sisi lain, sebenarnya pimpinan KPK masih berharap kepada Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atas UU KPK hasil revisi. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma) (Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.