Fadjroel Rachman Ungkap Jokowi Tak Perlu Keluarkan Perppu KPK: Sudah Ada UU Nomor 19 Tahun 2019
Fadjroel Rachman mengatakan, Perppu KPK tidak perlu dikeluarkan, karena sudah ada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.
Penulis: Nuryanti
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Fadjroel Rachman menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu lagi dikeluarkan oleh Presiden Jokowi untuk membatalkan Undang-undang KPK.
Menurut Fadjroel, Perppu KPK tersebut tidak perlu dikeluarkan, karena sudah ada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.
"Tidak ada Perppu KPK kan tidak diperlukan lagi, kan sudah ada UU yaitu Nomor 19 tahun 2019, jadi tidak diperlukan lagi Perppu," ungkap Fadjroel di Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip dari YouTube Kompas TV, Sabtu (30/11/2019).
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) resmi mencatat revisi Undang-Undang KPK ke Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.
Fadjroel menjelaskan, jika upaya uji yudisial terhadap Undang-undang KPK ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK), biasanya ada upaya lain.
"Kalau pun ditolak, karena saya sering beracara di MK, kalau pun ditolak sekali biasanya ada upaya yang lain, dengan memakai pasal-pasal yang lain," jelasnya.
Juru bicara Presiden ini menyatakan terima kasi atas upaya pengajuan uji yudisial UU KPK tersebut.
"Kami berterima kasih juga, ternyata sekarang untuk menguji Undang-undang dalam konstitusi itu dilakukan oleh warga negara," kata dia.
"Nanti biasanya yang maju lagi, akan mengambil pasal yang lain, atau pasal tersebut didekati dengan cara pandang yang berbeda," lanjutnya.
Ia mengimbau untuk melakukan upaya uji yudisial tersebut dengan sebaik-baknya.
"Saya mengimbau, dari istana mengimbau, kalaupun masih tetap ada upaya untuk mengajukan uji yudisial terhadap Undang-undang KPK, lakukan yang sebaik-baiknya, bawa ahli yang terbaik, siapkan yang sebaik-baiknya," jelas Fadjroel.
Selain itu, ia juga berterima kasih bagi yang mengajukan uji yudisial tersebut.
Fadjroel juga menyampaikan terima kasihnya kepada MK yang telah melayani upaya pengajuan uji yudisial UU KPK dengan baik.
"Kami berterima kasih kepada yang mengajukan, karena kita menghargai forum legal, juga berterima kasih kepada MK karena sudah memberikan pelayanan terbaiknya," imbuhnya.
Ia menilai upaya tersebut menarik dan ia tak masalah, apalagi untuk melarangnya.
"Bagus tidak bermasalah, pribadi sendiri boleh, ke MK itu menarik, bisa maju sendiri, menjadi pembela sendiri, tidak pernah ada larangan," katanya.
Ia kemudian memberikan arahan jika ada warga negara yang kembali mengajukan uji yudisial terhadap UU KPK.
"Di sana itu nanti cuma diuji ini, namanya legal standing, yang perlu diingat apakah orang yang bersangkutan atau sejumlah orang di sana dirugikan secara konstitusional oleh Undang-undang tersebut," jelas Fadjroel.
Selanjutnya, Fadjroel juga mengimbau jika UU KPK diterapkan, dan masih ada upaya hukum kembali, menurutnya kerugian dari UU KPK tersebut harus jelas.
"Setiap orang, setiap kelompok, atau setiap lembaga harus jelas dulu apa kerugian, apabila Undang-undang ini diterapkan," kata dia.
Fadjroel menegaskan, tidak ada upaya dari Presiden Jokowi untuk menghalangi pemberantasan korupsi.
Ia menyebut pihak istana selalu netral terhadap kegiatan partai politik.
"Tidak ada campur tangan dari istana, Presiden Jokowi selalu mengatakan, istana selalu netral terhadap semua aktivitas partai politik," kata dia.
"Pak Jokowi akan selalu taat pada hukum, dan setia dalam upaya menegakkan semua aktivitas yang anti korupsi," jelas Fadjroel.
"Kemarin kan pertimbangannya berdasarkan dari Mahkamah Agung (MA), dan kemudian pertimbangan dari Menkopolhukam, untuk perkembangan lebih lanjut kita lihat dari KPK," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)