Cerita Airlangga Nahkodai Golkar Saat Diterjang Badai Kasus Setya Novanto
Mulanya, Airlangga bercerita bagaimana kepemimpinnya dihadapi dengan berita negatif hingga masalah dualisme kepengurusan karena Pilpres 2014
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menceritakan masa-masa suram partai Golkar.
Hal itu disampaikan Airlangga saat memaparkan laporan pertanggung jawaban (LPJ) pengurus DPP Partai Golkat dalam Munas X Golkar, di Ballroom Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2019).
Baca: Pemilihan Ketua Umum Golkar Kemungkinan Digelar hari Ini
Mulanya, Airlangga bercerita bagaimana kepemimpinnya dihadapi dengan berita negatif hingga masalah dualisme kepengurusan karena Pilpres 2014 serta kasus korupsi eks ketum Golkar, Setya Novanto.
Airlangga masih ingat betuk bagaimana menghadapi dualisme Golkar di tahun 2014-2016.
"Sebelum Munaslub 2017 Partai Golkar berada dalam situasi yang sangat terpuruk selama kurang lebih 2 tahun dari 2014-2016 terjadi dualisme kepengurusan baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam situasi semacam itu, konsolidasi, kaderisasi dan pembinaan tidak berjalan semestinya," kata Airlangga.
Di tahun 2015, Airlangga mengatakan, partai berlambang pohon beringin ini hampir tidak bisa mengusung calon di pilkada karena tidak ada kesepakatan antara dua pengurus partai.
Bahkan, kader Golkar malah diusung partai lain dan beberapa yang memenangkan pilkada akhirnya pindah haluan.
"Dualisme diakhiri Munaslub 2016 di Bali. Salah satu keputusan penting adalah menetapkan posisi politik Golkar semula di luar pemerintahan yang berubah jadi pendukung pemerintah Jokowi-JK (Jusuf Kalla,red) bersama KIH (Koalisi Indonesia Hebat,red)," ungkap Airlangga.
Ia pun menyebut, pada tahun 2016, Golkar mengalami gonjangan badai yang besar.
Di mana, saat itu Setya Novanto terjerat kasus korupsi e-KTP.
Peristiwa itu membuat Golkar menjadi bulan-bulanan media terutama berita negatif di media sosial sehingga citra dan elektabilitas Golkar merosot tajam.
"Dalam situasi krusial tersebut mengantarkan terjadinya Munaslub 2017 dan saya terpilih secara aklamasi. Ibarat kapal yang oleng (dihantam,red) badai besar Golkar menemukan nahkoda menyelamatkan kapal tersebut sehingga penumpang selamat sampai tujuan," kata Airlangga.
Airlangga pun tancap gas dengan bersih-bersih di Partai Golkar.
Baca: Ketua Tim Pemenangan: Bamsoet Mundur Tanpa Intervensi Jokowi
Hasilnya, perolehan kursi Golkar sebagai pemenang kedua dengan memperoleh 85 kursi DPR RI.
Hal terpenting, jelas Airlangga, Golkar berhasil mengantar Jokowi-Maruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden 2019-2024.