Setelah Ledakan di Monas, Polisi Bentuk Satgas hingga Komentar Peneliti
Polda Metro Jaya membentuk Satgas untuk dalami kasus ledakan di Monas. Sementara itu peneliti menyangsikan ledakan tersebut berasal dari granat asap.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Setelah ledakan di dalam area Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2019), yang melukai dua anggota TNI, Polda Metro Jaya membentuk satuan tugas (satgas).
Satgas dibentuk untuk menyelidiki dan mendalami ledakan di lokasi yang sehari sebelumnya digunakan untuk Reuni 212 itu.
Diketahui, pihak kepolisian menyebut ledakan berasal dari sebuah granat asap.
Hal itu disampaikan Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono dalam konferensi pers yang dilakukan Selasa (3/12/2019) sekira pukul 09.20 WIB.
"Ledakan di sisi utara Monas. TKP kita amankan," ucapnya.
Ledakan terjadi sekira pukul 07.40 WIB.
Ia menyebut ledakan tersebut bukan berasal dari bom, bukan pula dari ponsel seperti yang beredar di media sosial.
"Berasal dari granat asap," tuturnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono, dilansir melalui Kompas.com, menyebutkan tugas satgas yang dibentuk Polda Metro Jaya.
"Dari Polda Metro Jaya sudah membuat satgas untuk mengungkap atau untuk mendalami kasus tersebut," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono di Mako Polisi Udara, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Rabu (4/12/2019).
Poin pendalaman kasus di antaranya kepemilikan granat.
Diungkapkannya, kasus tersebut tidak ditangani Mabes Polri, namun Polda Metro Jaya.
"Polda Metro Jaya semua yang nangani yah," ujarnya.
Sebelumnya, ledakan terjadi di dalam area Monas, Selasa sekira pukul 07.40 WIB.
Dua tentara atas nama Serka Fajar dan Praka Gunawan terluka imbas ledakan tersebut.
Keduanya tengah dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta.
Dari foto dan video yang beredar di jagat maya, korban terkapar dan menderita luka parah.
Tangan kirinya tampak cedera cukup serius, sedangkan wajah dan dadanya berlumur darah.
Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono mengklaim, ledakan ini disebabkan granat asap.
Granat itu disebut berada dalam kantong kresek dan meledak ketika dipegang tentara.
Granat Asap di Mata Peneliti
Pengamat menyebutkan granat asap tidak sama dengan granat api atau granat nanas.
Granat asap diciptakan untuk mengepulkan asap, tidak meledak maupun menghancurkan sekeliling.
Melansir Kompas.com, granat asap berfungsi sebagai penanda.
Peneliti bidang kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Joddy Arya Laksmono mengungkapkan, granat asap bukan sebagai bahan peledak atau senjata.
“Sebetulnya fungsinya adalah sebagai alat penanda untuk zona sasaran atau pendaratan,” tutur Joddy.
Ia menjelaskan terdapat dua jenis granat asap yang jamak digunakan.
Pertama, granat asap warna-warni yang cenderung aman jika seseorang terpapar.
Kedua adalah granat asap penyembunyi.
Sementara itu disebutkan bahan kimia utama yang ada dalam granat ini adalah hexachloroethane-zinc (HC), atau campuran dari asam terephthalic (TA).
“HC ini sebetulnya senyawa yang memiliki risiko. Kalau terserap kulit dalam konsentrasi yang tinggi, efek utamanya korban akan merasa depresi."
"Istilahnya memiliki reaksi eksotermis. Jadi jika terpapar, selama beberapa saat badan masih merasa panas meskipun sudah tidak ada lagi asapnya,” kata dia.
Senyawa HC yang membahayakan kulit dapat diantisipasi dengan membasuh kulit dengan air.
Kejanggalan Ledakan Monas
Sementara itu granat asap yang dapat meledak adalah granat asap berbahan fosfor putih.
Granat ini identik dengan sebutan 'bom fosfor'.
Joddy menyebut, fosfor mampu melukai seseorang, namun bukan dengan cara menghancurkan anggota tubuh seperti yang terjadi pada dua tentara korban ledakan Monas.
“Jika terkena tubuh, bisa menyebabkan luka bakar yang cukup parah. Bahkan bisa menyebabkan kematian,” ujar dia.
Ia menyebutkan, bom fosfor masuk kategori senjata kimia berbahaya.
Penggunaannya bahkan dilarang dalam perang.
Hal itu disebabkan dapat mematikan warga sipil.
Pendapat Pakar Militer
Pertanyaan yang timbul adalah apa mungkin granat asap meledak di Monas.
Pakar militer dan intelijen Beni Sukadis menyangsikan ledakan di Monas disebabkan oleh granat asap.
Beni mengaku belum pernah mendengar riwayat granat asap (di luar bom fosfor) pernah meledak dan melukai orang.
"Granat asap kan hanya buat pengalihan saja untuk mengusir. Kemungkinan sih granat nanas, makanya bisa sampai melukai begitu. Kalau dilihat dari foto-fotonya kan memang cukup parah ya," jelas Beni.
"Tapi saya tidak tahu kalau polisi bilang granat asap," tambah dia.
Kaitan Reuni 212
Lebih lanjut, Beni mengaku heran peledak bisa ada di Monas, kawasan ring 1 yang semestinya dijaga ketat.
Apalagi, tak sembarang orang dapat memiliki granat.
Beni menyebut beberapa pasukan TNI dan Polri tak punya akses terhadap peledak tersebut, apalagi warga sipil.
Granat beredar secara eksklusif hanya di pasukan-pasukan tertentu.
"Saya enggak yakin kalau sipil yang meletakkan, kecuali tentaranya jualan ke sipil. Tidak masuk akal kalau orang sipil yang meletakkan," ujar Beni.
Beni juga menepis kemungkinan granat dibawa oleh massa Reuni 212, Senin (2/12/2019) lalu.
Menurutnya, keberadaan granat seharusnya sudah terdeteksi dalam penyisiran sepanjang acara tersebut.
"Jangan-jangan setelah 212 baru dimasukkan ke Monas. Setelah acara (212) juga kan (Monas) disisir. Harusnya saat penyisiran kan (granat) sudah didapat, kalau mereka dari awal sebelum acara sudah membawa," tutup Beni.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Vitorio Mantalean/Devina Halim)