Kasus Harley Davidson, Dirut Garuda Ari Askhara Terancam Pidana Paling Lama 10 Tahun
Pemerintah memastikan kasus penyelundupan onderdil Harley Davidson dan Brompton yang dilakukan oleh Dirut Garuda tersebut masuk ke kasus pidana.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Kasus penyelundupan onderdil Harley Davidson dan sepeda Brompton yang ditemukan oleh petugas Bea dan Cukai di Pesawat Garuda Indonesia kini masuk babak baru.
Harley Davidson dan Brompton diduga dibawa masuk ke Indonesia secara ilegal oleh Direktur Utama Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara.
Pemerintah memastikan kasus penyelundupan yang dilakukan oleh Dirut Garuda tersebut masuk ke kasus pidana.
Menteri BUMN, Erick Thohir dengan tegas menyampaikan dalam konferensi pers, Kamis (5/12/2019) kasus tersebut masuk ke ranah pidana.
"Karena ditulis merugikan negara, maka kasus ini tidak hanya faktor perdata tapi faktor pidana, ini yang sangat memberatkan" tegas Erick Thohir.
Baca: Senada dengan Menhub, Kementerian BUMN Sebut Dirkeu Garuda akan Jadi Plt Dirut
Baca: Copot Ari Askhara, Karyawan Garuda Kirim Bunga untuk Erick Thohir, Gaji Dirut Harusnya Cukup
Ancaman Pidana
Ancaman pidana untuk kasus penyelundupan tersebut paling singkat satu tahun dan paling lama 10 tahun.
Melansir dari sialan langsung Kompas Tv, Jumat (6/12/2019), diberitakan pula bagi mereka yang terbukti melakukan penyelundupan barang impor, secara ilegal akan dipidana denda sekira Rp 50 juta-Rp 5 miliar.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Nomor 118 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru, yang kemudian diubah ke dalam Peraturan Menteri Perdagangan 817, onderdil Harley Davidson tidak ada dalam daftar barang tidak baru yang diimpor.
Fakta-fakta dari Oknum yang Menyelundupkan Harley Davidson
Ada dua fakta yang perlu diketahui terkait kasus penyelundupan Harley Davidson yang masih ramai diperbincangkan.
Pertama, oknum yang terlibat tidak memasukkan kendaraan klasik Harley Davidson ke dalam manifest penerbangan Garuda Indonesia menuju Indonesia.
Kedua, diketahui onderdil Harley Davidson tidak termasuk dalam daftar yang tertera dalam Peraturan Menteri Perdagangan, yakni sesuai kode HS 8711.
Onderdil tersebut tidak masuk dalam daftar barang bekas yang dapat di impor ke Indonesia.
Melalui Kompas Tv, diketahui Sri Mulyani menuturkan siapa saja yang melakukan ataupun memberikan tulisan tidak benar, terkait pemenuhan kewajiban bea dan cukai akan mendapat konsekuensi.
Dalam kasus ini, oknum yang terlibat akan mendapatkan tindak pidana.
Hingga saat ini, kasus penyelundupan onderdil Harley Davidson dan Brompton masih diselidiki.
Baca: Reaksi Para Petinggi Garuda Indonesia saat Dimintai Keterangan soal Pencopotan Dirut Ari Askhara
Kerugian Negara Diperkirakan Rp 1,5 Miliar
Berdasarkan penuturan Menteri Keuangan, kerugian negara mencapai Rp 532 juta hingga RP 1,5 miliar.
Sri Mulyani menambahkan, pihak bea cukai masih melakukan penelitian lebih lanjut terhadap pihak ground hendling serta nama dari penumpang yang masuk ke klaim tax.
Menkeu tersebut mengatakan, berdasar penuturan SAS transaksi pembelian onderdil Harley Davidson dan sepeda Brompton dilakukan melalui akun eBay.
"Jadi, katanya memang sudah lama akan melakukan pembelian melalui akun eBay," tambah Sri Mulyani yang Tribunnews.com kutip dari Kompas Tv, Kamis (5/12/2019).
Barang-barang tersebut diketaui diselundupkan melalui pesawat baru maskapai Garuda Indonesia, Airbus A300-900 neo.
Kasus penyelundupan tersebut membuat Direktur Utama Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara dicopot dari jabatannya oleh Menteri BUMN, Erick Thohir, Kamis (5/12/2019)
Fakta-fakta
Sri Mulyani mengungkap sejumlah kejanggalan yang dilakukan oleh karyawan Garuda Indonesia yang berinisial SAS.
Berikut ini Tribunnews rangkum fakta-fakta dari kejanggalan tersebut.
SAS Tidak Miliki Kontak Penjual
Pihak Kementerian Keuangan melakukan pengecekan.
Tribunnews sebelumnya mengabarkan sesuai melakukan pengecekan Sri Mulyani menuturkan tidak medapatkan kontak penjual Harley tersebut.
"Kami tidak mendapat kontak dari penjual yang didapat melalui akun eBay tersebut," tuturnya.
SAS Hutang Rp 300 Juta
SAS diketahui memiliki hutang sekira Rp 300 juta.
Ia melakukan pencairan di Oktober 2019.
Uang tesebut dipakai SAS untuk merenovasi rumah.
Ditemukan Tranfer
Sri Mulyani menuturkan, ditemukan bukti tranfer uang yang dilakukan SAS ke rekening sang istri.
Transaksi tersebut sebanyak tiga kali tranfer dengan nilai Rp 50 juta.
SAS Tidak Hobi Motor
Menkeu dalam konferensi pers tersebut, mengatakan SAS tidak mempunyai hobi terkait sepeda motor.
Ia hanya mengimpor Harley Davidson.
Sri Mulyani menjelaskan, hobi yang dimiliki SAS sebenarnya adalah hobi sepeda.
Berdasarkan penuturan Menkeu, pihaknya sekarang masih dalam proses terus melakukan penyelidikan terhadap motif awal SAS.
"Melakukan penyelidikan terhadap motif awal, apakah betul yang bersangkutan memang memiliki atau melakukan atas nama pihak lainnya?," terang Sri Mulyani.
Komisi XI DPR RI Beri Tanggapan
Kasus penemuan onderdil Harley Davidson di Pesawat Airbus A330-900 di milik PT Garuda Indonesia memasuki babak baru.
Petugas Bea dan Cukai mendapati onderdil ilegal saat pesawat Airbus A330-900 yang dipesan maskapai tersebut tiba di Indonesia, pertengahan November 2019.
Komisi XI DPR RI menanggapi penemuan tersebut dalam konferensi pers, yang Tribunnews kutip dari YouTube metrotvnews, Kamis (5/12/2019).
Komisi XI DPR RI menuturkan pihaknya mengapresiasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait kasus penyelundupan onderdil Harley.
"Apresiasi karena kita dalam kondisi kurang baik dalam penerimaan anggaran negara," tutur Komisi XI DPR RI.
Pihaknya menyayangkan adanya penyelundupan tersebut.
Pihak Komisi XI DPR RI juga menambahkan, PT Garuda Indonesia masih menyisakan banyak persoalan besar.
Komisi XI sempat memanggil Dirut perusahaan berpelat merah tersebut terkait masalah penemuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Laporan keuangan Garuda, untung Rp 70 miliar, tapi seusai diperiksa BPKP rugi triliuan rupiah," tutur Komisi XI DPR RI.
Komisi XI menambahkan, pemeriksaan untuk kasus tersebut belum selesai.
Masalah di tubuh PT Garuda Indonesia itu belum selesai, dan muncul masalah baru terkait penyelundupan onderdil Harley dan sepeda Brompotn.
"Ini pesawat baru. Menggunakan biaya negara, kemudian ada barang-barang seperti ini?," tutur pihak Komisi XI.
Komisi XI mengaku setuju dengan pernyataan Menteri BUMN soal good government.
Menurut pihak Komisi XI, harus dipikirkan bagaiamana cara untuk membangun kinerja dan citra BUMN.
"Kita kan perlu membangun citra dan kinerja? Supaya BUMN bagus, kemudian memberikan masukan kepada negara," tegasnya.
Pihak Komisi XI menyatakan memberi dukungan terkait langkah-langkah tegas kepada direksi PT Garuda Indonesia.
Ari Askhara Dicopot
Direktur Utama PT Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara dicopot dari jabatannya.
Pengumuman pencopotan Ari Askhara disampaikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir saat jumpa pers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Kamis (5/12/2019).
Pencopotan Ari Askhara imbas dari penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton yang ditemukan di dalam pesawat Garuda.
Diwartakan Tribunnews, Erick Thohir menjelaskan, proses pemberhentian tersebut tetap dalam prosesnya yakni menunggu Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
"Saya akan memberhentikan saudara Direktur Utama Garuda dan tentu proses ini ada prosedurnya," ujarnya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/11/2019).
Menurut Erick, Ari Askhara diduga telah melakukan instruksi untuk mencari motor Harley Davidson klasik tahun 1972 sejak tahun 2018.
Selain itu, yang bersangkutan juga telah melakukan transfer dana ke rekening pribadi finance manager Garuda Indonesia berinisial IJ di Amsterdam.
"Ini menyedihkan. Ini proses menyeluruh di BUMN bukan individu, tapi menyeluruh. Ini Ibu (Sri Mulyani) pasti sangat sedih," ujar dia.
Tidak sampai disitu, Erick mengungkapkan, pihaknya akan melihat lagi lebih dalam siapa saja oknum lain yang tersangkut dalam penyelundupan.
"Kita proses secara tuntas apalagi ada kerugian negara, tidak hanya perdata juga pidana," katanya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)