Peneliti CSIS Kritik Wacana Kepala Daerah Kembali Dipilih DPRD
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengritik wacana pemilihan kepada daerah (Pilkada) kembali dipilih DPRD.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
![Peneliti CSIS Kritik Wacana Kepala Daerah Kembali Dipilih DPRD](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/diskusi-bertajuk-review-politik-akhir-tahun.jpg)
Laporan Wartawawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengritik wacana pemilihan kepada daerah (Pilkada) kembali dipilih DPRD.
Menurutnya, Pilkada melalui DPRD akan membuat sistem politik Indonesia semakin lemah.
Apalagi alasannya hanya karena biaya politik mahal.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk 'Review Politik Akhir Tahun: Ancaman Pilkada Tidak Langsung, Amandemen Konstitusi dan Kembalinya Oligarki?', di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, Minggu (8/12/2019).
Baca: Tim Tenis Indonesia Dapat Apresiasi dari Sekjen KOI
"Jadi alasannya bahwa mengembalikan ke DPRD karena alasan biaya kampanye menurut saya lemah dari sisi argumentasi," kata Arya.
Ia berpendapat, adanya Pilkada langsung dapat meningkatkan partipasi masyarakat dan juga bisa melahirkan tokoh-tokoh politik baru.
Baca: Jokowi Sebut Menkes Telah Temukan Cara Atasi Defisit BPJS Kesehatan
Arya mencontohkan sosok Joko Widodo (Jokowi), Ridwan Kamil, hingga Tri Rismaharini yang sebenarnya lahir dari proses Pilkada langsung.
"Yang pertama adalah munculnya inovator-inovator politik lokal misalnya Pak Jokowi, Ridwan Kamil, ada Bu Risma," ujar Arya.
Untuk itu, kata Arya, jika argumentasi yang dibangun adalah soal biaya politik yang mahal, maka penting bagi negara untuk meningkatkan anggaran bagi partai politik.
"Misalnya ada fasilitasi oleh KPU soal atribut kampanye, itu juga mengurangi biaya kampanye. Bisa juga fasilitasi iklan," kata Arya.
Baca: Menantu Jokowi Maju Pilkada 2020, Pengamat: Jangan Ada Perlakuan Khusus
CSIS juga mendorong agar terjadi transparansi anggaran pemilu dengan memangkas dana saksi dan juga perbaikan sistem Sistem Informasi Perhitungan (Situng) KPU.
"Kalau proses ini semakin transparan, kandidat dan partai bisa save dana saksi karena sudah ada data dari situng KPU," katanya.