Isu Dinasti Politik Mencuat, Donal Fariz: Paling Krusial Berbicara Soal Momen
Menyoroti munculnya isu dinasti politik, Donal Fariz menuturkan yang paling menonjol dan krusial ialah berbicara soal momen.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEW.COM - Istilah dinasti politik belakangan ini muncul kembali setelah anak dan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk maju Pilkada 2019.
Diketahui Gibran Rakabuming Raka akan maju dalam pemilihan Wali Kota Solo.
Sementara, sang menantu Jokowi, Bobby mantap berjuang menjadi calon Wali Kota Medan.
Menyoroti hal tersebut, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Coruption Watch (ICW), Donal Fariz menuturkan yang paling menonjol dan krusial ialah berbicara soal momen.
Pernyataan ini disampaikannya dalam program Sapa Indonesia Malam, yang dilansir Tribunnews dari kanal YouTube Kompas TV, Senin (9/12/2019).
Secara kebetulan, Gibran dan Bobby maju dalam pemilihan kepala daerah tahun depan saat Jokowi menjabat sebagai presiden.
"Ini menjadi isu diskursus saat mereka mencoba masuk kegelanggang politik, saat Pak Jokowi masih menjadi presiden yang berkuasa," ujar Donal.
"Ceritanya mungkin akan berbeda ketika Pak Jokowi tidak lagi berkuasa, baru mereka masuk ke gelanggang politik," imbuhnya.
Menurutnya, isu dinasti politik maupun tudingan nepotisme tidak akan muncul jika Bobby dan Gibran mencalonkan diri sesudah Jokowi menjadi presiden.
Di sisi lain, dalam panggung politik, banyak tokoh yang pernah menempatkan anggota keluarganya di kursi pemerintahan.
Dinasti politik ini dapat dilihat sejak zaman kepemimpinan Soeharto.
Pada era sekarang, majunya anak dan menantu Jokowi memunculkan persepsi terkait pentingnya kekeuasaan untuk dipertahankan bagaimanapun caranya.
Menurut Donal, era Soeharto dengan Jokowi memiliki perbedaan dalam desain demokrasinya.
"Memang pada waktu itu, desain demokrasinya berbeda," ujar Donal.
Mengingat era Soeharto memiliki otoritas untuk dapat menunjuk secara langsung.
Sementara saat ini, Jokowi tidak memiliki otoritas tersebut.
"Konteks sekarang, memang Pak Jokowi tidak memiliki otoritas untuk menunjuk langsung," ungkap Donal.
"Namun caranya agak memutar, itu saja yang membedakan," imbuhnya.
"Memutarnya masuk melalui pintu partai, kemudian masyarakat yang memilih," tambah Donal.
Mendengar pernyataan Donal, Sofie Syarief sang pembawa acara mempertanyakan soal nepotisme.
"Kalau dipilih masyarakat terus bagaimana dapat dianggap sebagai sebuah nepotisme?" tanya Sofie.
Menanggapi hal itu, Donal menyinggung akses yang dimiliki oleh Gibran dan Bobby.
"Tapi jangan lupa pintu masuknya adalah partai yang menjadi otoritas, kanal politik yang menentukan orang untuk itu dulu," ungkapnya.
Sebelumnya, Donal telah menuturkan agar semua partai politik dapat mengkader siapapun di internal partai terlebih dahulu.
Jangan terburu-buru dalam mengorbitkan seseorang, tak terkecuali anak presiden.
"Nah, ini menurut saya kritiknya adalah, harusnya kalau mau mengorbitkan siapapun itu termasuk anak presiden latihlah dulu dia di internal partai," ujar Donal.
"Selesai bapaknya berkuasa dan dia siap, baru silahkan masuk kedalam gelanggang politik," imbuhnya.
Donal menuturkan, hal ini perlu dilakukan untuk mencegah persepsi terkait dinasti politik yang tengah dibangun.
Serta menghindari kecurigaan adanya nepotisme yang terjadi.
Karena menurutnya akar permasalahan adanya dinasti politik ini berada dalam partai politik sendiri. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.