Gerindra dan PKS Beda Suara Soal Wacana Hukuman Mati kepada Koruptor
Wacana hukuman mati kepada para koruptor mendapatkan tanggapan dari wakil Ketua DPR-RI, Sufmi Dasco Ahmad.
Penulis: Muhammad Nur Wahid Rizqy
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Wacana hukuman mati kepada para koruptor mendapatkan tanggapan dari wakil Ketua DPR-RI, Sufmi Dasco Ahmad.
Politisi dari partai Gerindra ini, menyatakan kesetujuannya jika wacana penerapan hukuman mati kepada Korutor jadi diterapkan.
Dilansir dari Kompas.com, menurutnya dalam pelaksanaan hukuman mati kepada koruptor, disisi lain ada hal-hal yang tidak bisa disamaratakan atau dianggap sama.
"Ya jangan disamaratakan. Kan juga ada kekhilafan ya kecil-kecil gitu, lho," kata Dasco.
Ia menambahkan, dalam pelaksanaan aturan tersebut harus ada syarat-syarat tertentu yang dilakukan sebelum menerapkan hukuman kepada koruptor.
Dasco memberi contoh, korupsi yang dilakukan seperti dalam urusan anggaran bantuan bencana alam.
Menurutnya, korupsi seperti dalam kasus penyelewengan dana bencana alam merupakan tindakan pidana korupsi berat.
"Kalau itu saya setuju. Karena bencana alam adalah urgensi, ketika bencana alam, ada orang-orang yang susah dan menderita. Kalau kemudian bantuan atau pengelolaan anggaran itu dikorupsi, itu kelewatan. Saya setuju kalau itu," tutur Dasco.
Pernyataan Jokowi tentang wacana penerapan hukuman mati kepada koruptor dipandang Dasco sebagai peringatan.
Peringatan tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi dan menjadi pengingat bagi pejabat eksekutif dan legislatif agar bekerja secara lebih baik.
Namun Dasco sekali lagi menegaskan soal syarat penerapan hukuman mati bagi koruptor.
"Warning yang keras itu merupakan suatu sinyal bahwa Pak Presiden tidak akan pandang bulu dan akan tegas memberantas korupsi," kata Dasco.
"Itu kita apresiasi walaupun mungkin untuk hukuman mati perlu kemudian ditimbang tingkat kesalahannya, seberapa berat yang dilakukan," ujar dia.
Dilain sisi, Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil mengingatkan kepada Jokowi untuk tidak keliru dalam menyampaikan hukuman mati bagi terpidana korupsi.