Gerindra dan PKS Beda Suara Soal Wacana Hukuman Mati kepada Koruptor
Wacana hukuman mati kepada para koruptor mendapatkan tanggapan dari wakil Ketua DPR-RI, Sufmi Dasco Ahmad.
Penulis: Muhammad Nur Wahid Rizqy
Editor: Malvyandie Haryadi
Ia menjelaskan, terkait dengan hukuman untuk terpidana korupsi sudah diatur dalam Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Sebenarnya hukuman mati bagi koruptor itu sudah diatur juga dalam UU tindak pidana korupsi, jadi tidak harus kemudian apa kalau dikehendaki oleh masyarakat," ujar Nasir
"Pak Jokowi menurut saya keliru, kalau mengatakan hukuman mati itu berdasarkan kehendak masyarakat," kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019)," imbuhnya
Menurut Nasir, UU Tipikor yang mengatur hukuman mati bagi koruptor dibagi atas dua kriteria.
Kriteria yang pertama adalah dalam keadaan krisis ekonomi dan yang kedua adalah bencana alam.
"Misalnya, melakukan korupsi di dua kondisi itu, maka UU mengatakan bahwa dia layak dihukum mati," ujar dia.
Berdasarkan hal itu, Nasir menganggap Jokowi tidak perlu membuat retorika dalam komitmen pemberantasan korupsi.
Ia pun dalam menyikapi wacana hukuman mati kepada koruptor juga menyinggung soal pemeberian grasi kepada terpidana korupsi Annas Maamun.
Nasir berpendapat, sebaiknya Jokowi mengevaluasi keputusan yang dibuat dalam memberikan grasinya kepada Annas Maamun.
"Presiden jangan hanya retorika saja ya, jangan mengatakan terkait hukuman mati, tetapi (perlu) mengoreksi terkait dengan pemberian grasi terhadap terpidana korupsi dan lainnya, Kita harap Presiden bicara soal korupsi tetap konsisten," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan hukuman mati untuk koruptor bisa saja di terapkan jika memang ada kehendak kuat dari masyarakat.
Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati kepada terpidana kasus korupsi dapat diatur sebagai salah satu saksi pemidanaan Undang-Undang (UU) tindak Pidana Korupsi (Tipikor melalui mekanisme revisi di DPR
"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi usai menghadiri pentas drama 'Prestasi Tanpa Korupsi' di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).
Jokowi percaya, jika terdapat keinginan kuat yang berasal dari rakyat, maka DPR akan mendengarnya.
Namun semua itu kembali lagi kepada wakil-wakil rakyat yang berada di DPR.
(Tribunnews.com/Muhammad Nur Wahid Rizqy)