KPK Siapkan 9 Saksi untuk Eks Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia
KPK juga mengidentifikasi dugaan suap lainnya terkait pembelian pesawat Airbus, Avions de Transport Regional (ATR) dan pesawat Bombardier.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap sembilan saksi terkait kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
"Sembilan saksi akan diperiksa untuk tersangka HDS (Hadinoto Soedigno, eks Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (10/12/2019).
Sembilan saksi yang masuk jadwal pemeriksaan Selasa (10/12/2019) ini antara lain:
1. Commersial Experts Garuda Indonesia; Ardy Protoni Doda
2. Corporate Planning Garuda Indonesia, eks VP Treasury Management Garuda Indonesia 2005-2012; Albert Burhan
3. Direktur Komersial 2005-2012 Garuda Indonesia; Agus Priyanto
4. Direktur Strategi, Pengembangan Bisnis dan Manajemen Resiko 2002-2012 Garuda Indonesia; Achirina
5. Eks Executive EVP Services Garuda Indonesia; Arya Respati Suryono
6. Eks Direktur Operasi Garuda Indonesia, Penerbang Garuda Indonesia; Ari Sapari
7. Pensiunan Pegawai Garuda Indonesia; Agus Wahjudo
8. Direktur Keuangan Gapura Angkasa; Ester Siahaan
9. Eks Direktur Keuangan 2012-2014 Garuda Indonesia; Handrito Harjono
Dalam perkara ini Hadinoto diduga menerima suap dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo senilai 2,3 juta dolar AS dan 477.000 Euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. Sejauh ini Hadinoto belum ditahan KPK.
Baca: Sosok Pengganti Ari Askhara, Fuad Rizal Sudah Berkarier di Garuda Indonesia Sejak Februari 2015
Baca: Mengungkap Sisi Lain Ari Askhara, Keluarga Eks Dirut Garuda di Dikenal Dermawan dan Kaya
Emirsyah diduga menerima suap 1,2 juta Euro dan 180.000 dolar AS atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur asal Inggris, Rolls-Royce.
Suap tersebut berkaitan dengan pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS selama periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia. Uang tersebut diduga diterima dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte Soetikno Soedarjo, selaku perantara suap.
KPK juga mengidentifikasi dugaan suap lainnya terkait pembelian pesawat Airbus, Avions de Transport Regional (ATR) dan pesawat Bombardier.
KPK sebelumnya menemukan fakta yang signifikan bahwa aliran dana yang diberikan tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, melainkan juga dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar, yang juga tersangka dalam kasus ini, saat menjabat direktur utama Garuda melakukan beberapa kontrak pembelian bernilai miliaran dolar AS dengan empat pabrikan pesawat, Kontrak pembelian berlangsung pada kurun 2008 hingga 2013.
Kontrak dimaksud yakni pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan Rolls-Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, dan kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR).
Juga terdapat kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Selaku konsultan bisnis atau komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.
Selain itu, Soetikno diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah Satar serta pada mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Soetikno diduga memberi Emirsyah Satar senilai Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, 680.000 dolar AS dan 1,02 juta Euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah Satar di Singapura, dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah Satar di Singapura.
KPK juga telah menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).